Telan Banyak Korban, DPR Diminta Revisi UU ITE
Utama

Telan Banyak Korban, DPR Diminta Revisi UU ITE

Pasal karet UU ITE menyebabkan ratusan orang terjerat kasus hukum setelah berpendapat di internet.

KAR
Bacaan 2 Menit

Menurut Damar, pihaknya menemukan empat pola penyelesaian kasus yang menyangkut kebebasan berekspresi melalui media online. Ia melihat, banyak pihak yang mencoba menggunakan UU ITE sebagai sarana untuk membungkam kritik. Selain itu, ada pula yang menjadikan UU ITE sebagai ancaman untuk melakukan terapi kejut.

Dalam kasus lain, kriminalisasi menggunakan UU ITE menjadi cara untuk membalas dendam pihak yang diadukan. Terakhir, dalam analisis Damar, UU ITE juga bisa dijadikan alat melakukan barter kasus hukum.

“Pola-pola itu biasanya mengincar target dari kalangan pegiat anti korupsi, orang-orang yang kritis, pimpinan kelompok oposisi, jurnalis, dan whistle blower,” papar Damar.

Dampak dari pola-pola tersebut, kata Damar, cukup mengerikan. Sebab, mengancam kebebasan berkespresi. Ia menuturkan, siapapun yang pernah merasakan terjerat UU ITE akan mengalami efek jera yang berakibat dirinya merasa takut untuk mengungkapkan pendapatnya lagi. Selain itu, penggunaan UU ITE yang kebablasan membuat krisis narasumber kritis. Bahkan, pasal dalam UU ITE juga efektif menutup kegiatan media, seperti yang terjadi di Aceh.

Dalam kesempatan yang sama, Anwari Natari, Program Manager Yayasan Satu Dunia, mengkritisi sikap pemerintah yang seolah setengah hati dalam merevisi UU ITE. Anwari menengarai bahwa sikap itu muncul lantaran pemerintah enggan mencabut pasal karet yang ada dalam UU ITE. Padahal, kebebasan berpendapat di internet, menurutnya harus dilindungi.

“Sebentar lagi kan pemilihan kepala daerah secara serentak. Berkaca pada pengalaman terdahulu saat pemilu, pasal karet UU ITE ini akan menjadi senjata andalan untuk membungkam warga yang kritis terutama terhadap rekam jejak calon yang maju,” katanya.

Di sisi lain, Anwari mengingatkan bahwa partisipasi warga dalam memantau pemilu salah satunya adalah dengan berpendapat di internet. Ia pun mengatakan, hal itu sebagai cerminan kuatnya gerakan masyarakat sipil. Terlebih lagi, sikap seperti itu dibutuhkan dalam proses demokratisasi.

“Oleh karena itu, kami meminta anggota DPR berani mencabut pasal karet dalam UU ITE. Sudah selayaknya DPR menghadirkan negara yang melindungi kebebasan berpendapat warganya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait