Tempuh PK Hingga 4 Kali, Ingat Putusan MK Ini!
Terbaru

Tempuh PK Hingga 4 Kali, Ingat Putusan MK Ini!

Secara tegas, MA melarang pengajuan PK lebih dari satu kali untuk perkara di luar perkara pidana sesuai bunyi Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman serta putusan-putusan MK terkait pengujian pasal tersebut. Termasuk pengajuan PK untuk perkara pidana meskipun Putusan MK No.34/PUU-XI/2013 menyatakan sebaliknya.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit

Lalu, pada tanggal 19 Desember 2014, putusan terhadap PK kedua terbit dengan No.187 PK/Pdt/2014. Amarnya menolak permohonan PK dari pemohon PK yakni perusahaan PT IC. Upaya PK ketiga kembali diajukan dan terbit Putusan No.837 PK/Pdt/2020 tertanggal 4 Desember 2020 yang amarnya menyatakan permohonan PK ketiga dari pemohon PK ketiga PT IC tidak dapat diterima. Barulah sampai pada penolakan permohonan PK keempat dalam Putusan MA No.408 PK/Pdt/2022.

Finalitas putusan harus dijaga

“Secara teoritis, pembatasan upaya hukum, termasuk PK didasarkan pada pertimbangan prinsip finalitas,” ujar Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Binziad Kadafi saat dimintai pandangannya atas putusan MA tersebut, Jum’at (2/9/2022).

Menurutnya, ada dua landasan dari prinsip finalitas. Pertama kebijakan publiknya. Jika putusan proses peradilan yang dibentuk negara tidak kunjung dianggap final dan dihormati, legitimasi pengadilan, bahkan lebih luas lagi legitimasi negara akan dianggap bermasalah. Kedua, keadilan individual. Para pihak yang berperkara akan terus ada dalam posisi yang tidak jelas, karena perkara yang dihadapinya terus diuji oleh proses peradilan yang tidak berujung.

Menurutnya, para pihak yang berperkara tentu memerlukan kemanfaatan dari proses peradilan yang dijalaninya agar kemudian berakhir pada putusan yang bisa segera dilaksanakan. Apalagi terdapat adagium, keadilan yang tertunda adalah keadilan yang disangkal. Untuk itu, finalitas dari sebuah putusan pengadilan haruslah dijaga.

"PK sebagai upaya hukum luar biasa guna mengoreksi kesalahan serius dalam sebuah putusan final, sehingga harus dijalankan secara ketat. PK memuat tiga pilar ya. Pilar yang pertama persyaratan formal; kedua alasan materiil; dan pilar yang ketiga adalah prosedur. Semuanya harus dipenuhi oleh sebuah permohonan PK,” terang alumnus Tilburg Law School, Belanda, yang menulis disertasi mengenai PK dengan judul “Finality and Fallibility in The Indonesian Revision System: Forging The Middle Ground” itu.

Tags:

Berita Terkait