Terpidana Kasus First Travel Ajukan Peninjauan Kembali
Berita

Terpidana Kasus First Travel Ajukan Peninjauan Kembali

Kontrak yang ditandatangani antara Fisrt Travel dengan Jemaah beserta putusan pengadilan atas perkara perdata ini lah yang akan dijadikan sebagai novum.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Karena itu Boris menegaskan kontrak yang ditandatangani antara Fisrt Travel dengan Jemaah beserta putusan pengadilan atas perkara perdata ini lah yang akan dijadikan sebagai novum atas pengajuan PK pihaknya ke Pengadilan Negeri Depok. “Itu kontraknya ada putusan perdatanya juga ada. Itu novum kita. Jadi ini perdata nih bukan penipuan, bukan pidana,” tegas Boris. 

Sementara itu, Kuasa Hukum terpidana (Pemohon PK) yang lain, Pahrur Dalimunte merinci sejumlah alasan pengajuan PK kali ini. Pertama, hubungan hukum antara para pemohon PK (yakni para terpidana) dan jamaah umrah merupakan hubungan perdata. Jauh sebelum perkara pidana diproses dan diputuskan, Perkara PKPU telah didaftarkan lebih dahulu hingga terjadi perjanjian perdamaian antara para jamaah dan para terpidana. “Secara hukum setiap orang tidak dapat dipidana akibat hubungan perdata,” tegas Pahrur.

Kedua, Pahrur menyebutkan terdapat kekeliruan jika para terpidana dihukum karena melakukan penipuandengan program umroh promo Rp 14.300.000. menurut Pahrur, pada faktanya, para terpidana telah memberangkatkan 29.985 jamaah dari paket umrah promo sejak 16 November 2016 sampai 14 Juni 2017. Ia menilai tidak ada niat dari para pemohon PK untuk melakukan penipuan.

“Bahkan jauh sebelum itu, yakni sejak tahun 2010, First Travel telah memberangkatkan puluhan ribu jamaah tanpa halangan apapun,” ungkapnya.

Ketiga, Pahrur menegaskan bahwa secara hukum, aset yang dapat dirampas dalam perkara pencucian uang harus dikembalikan kepada yang berhak. Ia menilai keliru jika aset yang diduga merupakan hasil pencucian tersebut malah dirampas untuk negara. Menurut Pahrur, seharusnya aset tersebut dikembalikan kepada para terpidana agar mereka dapat memenuhi kewajiban kepada para calon jemaah berdasarkan perjanjian perdamaian.

Keempat, Pahrur menegaskan terkait aset yang dapat dirampas dalam suatu tindak pidana adalah benda-benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana. Pahrur menegaskan pada kasus First Travel, para terpidana dinyatakan melakukan tindak pidana sejak tahun 2015-2017. Namun harta benda milik terpidana yang diperoleh sejak tahun 2009-2014 juga turut dirampas seperti rumah, mobil dan sebagianya.

“Dan sebagian besar di antaranya dikembalikan kepada oknum-oknum yang tidak berhak,” ungkapnya. 

Karena itu, Pahrur pun meminta agar semua aset First Travel harus segera dikembalikan pada para terpidana agar bisa melaksanakan perjanjian damai (homologasi) kepada para calon jamaah. Dengan demikian para calon jamaah akan memperoleh kembali haknya serta memenuhi rasa keadilan.

Tags:

Berita Terkait