Tiga Cara Memperbaiki Salah Rujuk Pasal dalam UU Cipta Kerja
Berita

Tiga Cara Memperbaiki Salah Rujuk Pasal dalam UU Cipta Kerja

Melalui penerbitan Perppu, merevisi UU Cipta Kerja, dan pengajuan permohonan di MK. Bagi PSHK, kesalahan redaksional dan praktik buruk proses pembentukannya bukti terang benderang bagi MK untuk menyatakan UU Cipta Kerja cacat secara formil, sehingga harus dinyatakan tidak mengikat secara hukum untuk seluruhnya.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

“Permohonan ini yang mengajukan orang Bawaslu karena banyak dapat keluhan dari Panwaslu yang tidak bisa menindak pelanggaran Pilkada karena rujukan pasalnya salah ketik. Sebelumnya Bawaslu sudah pernah komplain ke Mensesneg, tapi tidak direspon. Bedanya dengan UU Cipta Kerja, masalahnya baru ketahuan beberapa tahun kemudian.” (Baca Juga: MK Kabulkan Permohonan Pasal Salah Rujuk)

Ditegaskan Bivitri, kesalahan penulisan dalam UU Cipta Kerja ini semakin memperjelas proses pembahasan dan pembentukannya ugal-ugalan. Makna pembuatan undang-undang dikerdilkan hanya untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Jadi, jangan dikerdilkan seakan-akan ini urusan administrasi.

"Seolah mengkerdilkan makna pembuatan UU, padahal UU itu seperti kontrak sosial warga melalui wakil-wakilnya. Itu pun sudah disimpangi dengan tidak partisipatif dan tidak transparannya proses penyusunan dan pembahasan. Ini akibatnya kalau tujuan buruk menghalalkan segala cara.

Dia mengingatkan harus dipahami, penomoran suatu UU bukan hanya soal administrasi, tetapi punya makna pengumuman ke publik melalui penempatan suatu UU ke Lembaran Negara dan Penjelasannya masuk Tambahan Lembaran Negara. “Penting sekali, dikenal ‘teori fiksi hukum’, bila sudah diumumkan, tidak ada orang yang boleh mengaku dirinya tidak mengetahui UU itu ada, sehingga bisa menghindar dari kewajiban menerapkan UU itu. Ini pemenuhan asas publisitas, supaya UU berdaya laku.”

Harus dipertimbangkan serius

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia menilai praktik buruk proses legislasi UU Cipta Kerja tidak berhenti saat persetujuan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam rapat paripurna DPR. Pada Senin 2 November 2020 tengah malam, salinan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memuat 1.187 halaman resmi diunggah dalam laman setneg.go.id.

Walaupun sudah diundangkan, UU Cipta Kerja masih mengandung kesalahan perumusan yang berdampak pada substansi pasal. Pada halaman 6 misalnya, rumusan Pasal 6 UU Cipta Kerja mencantumkan rujukan Pasal 5 ayat (1) huruf a. Padahal Pasal 5 UU Cipta Kerja tidak memiliki ayat. Selain itu, Pasal 175 ayat (5) tertulis merujuk pada ayat (3). Padahal seharusnya merujuk pada ayat (4).

“Kesalahan perumusan tersebut bukan sekadar kesalahan ketik, tetapi perlu dimaknai sebagai buah dari proses pembentukan regulasi yang dipaksakan dan mengorbankan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas (tidak dapat diperptanggungjawabkan),” ujar Peneliti PSHK Indonesia Rizky Argama dalam keterangannya, Selasa (3/11/2020).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait