"Ketentuan peraturan perundang-undangan di pemerintah yang dahulu dikoordinasikan menteri, sesuai dengan RUU ini dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundangan," ujarnya.
Pasal 71A Dalam hal pembahasan RUU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukan kembali ke dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah dan/atau Prolegnas Prioritas Tahunan. Pasal 95A
Pasal 95B
Pasal 99A Pada saat pembentukan kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan belum terbentuk, tugas dan fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan tetap dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (Menkumham). |
Politisi Partai Amanat Nasional itu berharap tiga poin penting sebagai materi muatan perubahan UU No. 12 Tahun 2011 ini dapat meningkatkan kinerja legislasi DPR yang seringkali mendapat penilaian buruk dari publik. “Revisi UU 12/2011 melalui mekanisme carry over dapat membantu pembahasan RUU yang tidak rampung di DPR periode sebelumnya, sehingga RUU pun tidak mangkrak statusnya.”
Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan disetujui revisi UU 12/2011 menjadi UU dapat menjadi landasan yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dia mengingatkan UU 12/2011 merupakan amanat Pasal 22A UUD 1945 yang didasari bahwa Indonesia sebagai negara hukum. “Atas dasar itu, Presiden menyatakan persetujuan atas revisi UU 12/2011 disahkan menjadi UU,” kata dia.
Yasonna berharap disahkannya RUU ini menguatkan penataan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan di tanah air. Tak hanya tingkat pusat, tetapi juga daerah. Setidaknya, ketika pemerintah daerah membuat regulasi tak bertabrakan dengan aturan di atasnya. Sebab, telah dilakukan sinkronisasi dan pemantauan melalui satu atap yakni Badan Legislasi Nasional di internal pemerintah seperti harapan Presiden Joko Widodo.
Hal yang mendorong merevisi UU 12/2011 akibat banyaknya pembahasan RUU yang tidak selesai pada masa keanggotaan DPR periode tertentu, tidak bisa dilanjutkan pembahasan oleh DPR periode berikutnya. Artinya, pembahasan RUU dimulai dari awal lagi. Ini tentu membuang waktu dan biaya yang besar dan menjadi sia-sia menjadi sia sia. “Itu mubazir, buang biaya dan waktu,” katanya.