Tiga Poin Penting dalam Perubahan UU Pembentukan Peraturan
Berita

Tiga Poin Penting dalam Perubahan UU Pembentukan Peraturan

Mulai mekanisme carry over, pemantauan dan peninjauan UU, hingga koordinasi pembentukan peraturan perundangan di internal pemerintahan melalui Menkumham atau kepala badan legislasi nasional.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) yang tidak rampung pembahasannya pada masa periode keanggotaan DPR saat ini dapat dilanjutkan pembahasannya pada keanggotaan DPR periode berikutnya (carry over). Pengaturan itu satu dari beberapa pengaturan dalam Revisi Undang-Undang (RUU) No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baru disahkan DPR melalui rapat paripurna di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (24/9/2019).

 

Dalam laporan akhirnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Totok Daryanto mengatakan semangat pemerintah dan DPR membahas perubahan UU Pembentukan Peraturan ini didasari adanya kebutuhan yang sama agar kinerja bidang legislasi kedua lembaga dapat meningkat serta menghemat anggaran dan waktu. Sebab, selama ini tidak adanya aturan keberlanjutan pembahasan RUU yang tidak selesai dalam periode pemerintahan.  

 

“Dengan disetujui RUU No. 12 Tahun 2011 menjadi UU, diharapkan RUU yang belum rampung pembahasannya di tingkat satu dapat dilanjutkan periode DPR berikutnya setelah adanya aturan sistem carry over dalam UU yang baru tersebut,” ujar Totok Daryanto dalam rapat paripurna di Komplek Parlemen Jakarta, Selasa (24/9/2019). Baca Juga: Selangkah Lagi, Revisi UU Pembentukan Peraturan Bakal Disahkan

 

Totok menerangkan pembahasan revisi UU 12/2011 dilakukan secara intensif di tingkat Panitia Kerja (Panja), hingga dilanjutkan dalam rapat kerja dengan pemerintah. Selama pembahasan RUU tersebut nyaris tanpa ada perdebatan berarti karena ada kebutuhan yang sama dalam merevisi UU tersebut. Alhasil, saat pengambilan keputusan tingkat pertama, Rabu (18/9) lalu, 10 fraksi parpol dalam pandangan mininya di Baleg memberi persetujuan tanpa catatan untuk membawa RUU ini dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.

 

Ada beberapa poin penting yang diatur dalam revisi UU 12/2011 ini. Pertama, sistem carry over. Dia menerangkan meski ada sistem carry over, keberlanjutan pembahasan RUU yang tidak rampung/selesai di DPR periode sebelumnya ddidasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak (DPR dan pemerintah, dan atau DPD).  

 

Kedua, ketentuan mengenai pemantauan dan peninjauan terhadap UU. Pengaturan tentang pengaturan dan peninjauan terhadap berlakunya UU di tengah masyarakat diatur dalam  Pasal 95A dan 95B. Pemantauan dan peninjauan terhadap UU dilakukan oleh DPR, pemerintah, dan DPD terkait dengan prioritas jangka menengah dan tahunan.

 

Ketiga, terkait pembentukan kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pembentukan peraturan perundang-undangan di internal pemerintah (Badan/Lembaga Legislasi Nasional). “Tugas itu dikoordinasikan oleh menteri yang bertugas di bidang pembentukan peraturan perundangan-undangan (Menkumham). Hal itu diatur Pasal 99A,” lanjutnya.

 

"Ketentuan peraturan perundang-undangan di pemerintah yang dahulu dikoordinasikan menteri, sesuai dengan RUU ini dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundangan," ujarnya.

 

Pasal 71A

Dalam hal pembahasan RUU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada periode  masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut  dapat dimasukan kembali ke dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah dan/atau Prolegnas Prioritas Tahunan.

Pasal 95A

  1. Pemantauan dan peninjauan terhadap UU dilakukan setelah UU berlaku.
  2. Pemantauan dan peninjauan terhadap UU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan pemerintah.
  3. Pemantauan dan peninjauan terhadap UU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan yang khusus menangani bidang legislasi.
  4. Hasil dari pemantauan dan peninjauan terhadap UU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menjadi usul dalam penyusunan Prolegnas.

Pasal 95B

  1. Pemantauan dan peninjauan terhadap UU dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap sebagai berikut:
  1. a. Tahap perencanaan;
  2. b, Tahap pelaksanaan;
  3. c. Tahap tindaklanjut.
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan dan peninjauan terhadap UU diatur masing-masing dengan peraturan DPR, Peraturan DPD, dan Peraturan Presiden.

Pasal 99A

Pada saat pembentukan kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan belum terbentuk, tugas dan fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan tetap dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (Menkumham).

 

Politisi Partai Amanat Nasional itu berharap tiga poin penting sebagai materi muatan perubahan UU No. 12 Tahun 2011 ini dapat meningkatkan kinerja legislasi DPR yang seringkali mendapat penilaian buruk dari publik. “Revisi UU 12/2011 melalui mekanisme carry over dapat membantu pembahasan RUU yang tidak rampung di DPR periode sebelumnya, sehingga RUU pun tidak mangkrak statusnya.”

 

Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan disetujui revisi UU 12/2011 menjadi UU dapat menjadi landasan yuridis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dia mengingatkan UU 12/2011 merupakan amanat Pasal 22A UUD 1945 yang didasari bahwa Indonesia sebagai negara hukum. “Atas dasar itu, Presiden menyatakan persetujuan atas revisi UU 12/2011 disahkan menjadi UU,” kata dia.

 

Yasonna berharap disahkannya RUU ini menguatkan penataan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan di tanah air. Tak hanya tingkat pusat, tetapi juga daerah. Setidaknya, ketika pemerintah daerah membuat regulasi tak bertabrakan dengan aturan di atasnya. Sebab, telah dilakukan sinkronisasi dan pemantauan melalui satu atap yakni Badan Legislasi Nasional di internal pemerintah seperti harapan Presiden Joko Widodo.

 

Hal yang mendorong merevisi UU 12/2011 akibat banyaknya pembahasan RUU yang tidak selesai pada masa keanggotaan DPR periode tertentu, tidak bisa dilanjutkan pembahasan oleh DPR periode berikutnya. Artinya, pembahasan RUU dimulai dari awal lagi. Ini tentu membuang waktu dan biaya yang besar dan menjadi sia-sia menjadi sia sia. “Itu mubazir, buang biaya dan waktu,” katanya.

Tags:

Berita Terkait