TII: Korupsi Sektor Sawit Akibat Lemahnya Perizinan dan Pengawasan
Terbaru

TII: Korupsi Sektor Sawit Akibat Lemahnya Perizinan dan Pengawasan

Karenanya perlu penerapan pencegahan korupsi di perusahaan untuk meminimalisir potensi korupsi, kecurangan dan konflik kepentingan di perusahaan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Program Officer Transparency International Indonesia (TII) Bellicia Angelica. Foto: CR-27
Program Officer Transparency International Indonesia (TII) Bellicia Angelica. Foto: CR-27

Persoalan korupsi pada sektor sawit jadi permasalahan yang penting agar segera dibenahi. Pasalnya, sektor sawit memiliki kontribusi besar terhadap devisa negara hingga AS$39 miliar. Angka tersebut melampaui devisa pada tahun 2021 sebesar 32,61 miliar dan 2020 sebesar AS$ 22,96 miliar secara berturut-turut.

Sektor sawit menjadikan Indonesia sebagai produsen sekaligus eksportir terbesar komoditas sawit di dunia. Kendati demikian, sumbangan devisa ini tidak sebanding dengan potensi pajak yang hilang mencapai Rp20 triliun setahun akibat lemahnya data dan minimnya kepatuhan perusahaan, serta kerugian yang ditanggung oleh negara sebagai akibat korupsi di sektor sawit. Contohnya, kasus korupsi yang dilakukan Surya Darmadi merugikan negara puluhan triliun.

Program Officer Transparency International Indonesia (TII) Bellicia Angelica, menyampaikan rawannya korupsi disebabkan oleh lemahnya mekanisme perizinan, pengawasan hingga adanya pelibatan aktor-aktor penting dalam pemerintahan. Seperti dalam kasus korupsi minyak goreng yang menyeret Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan sektor swasta.

“Karenanya perlu penerapan pencegahan korupsi di perusahaan untuk meminimalisir potensi korupsi, kecurangan dan konflik kepentingan di perusahaan,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (30/3/2023).

Baca juga:

TII meluncurkan hasil penilaian Transparency in Corporate Reporting (TRAC) terhadap 50 Perusahaan Sawit di Indonesia. TRAC merupakan sebuah tools yang digunakan TII dalam  mengukur transparansi pelaporan anti korupsi perusahaan, serta keterlibatan kegiatan politik perusahaan dengan menggunakan skala 0 (sangat tidak transparan) sampai dengan 10 (sangat transparan) berdasarkan enam dimensi penilaian.

Menurut Bellicia, penilaian dan analisis yang dilakukan oleh TII dilakukan pada berbagai dokumen yang dipublikasikan oleh perusahaan. Seperti laporan keuangan, laporan keberlanjutan, laporan tahunan, pedoman perilaku, kode etik perusahaan, kebijakan antikorupsi perusahaan, dan dokumen lainnya yang dipublikasikan oleh perusahaan, serta dapat diakses publik.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait