Polemik Minyak Goreng, Pemerintah Didesak Perbaiki Tata Kelola Industri Sawit
Terbaru

Polemik Minyak Goreng, Pemerintah Didesak Perbaiki Tata Kelola Industri Sawit

Kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng menjadi ironi saat ini. Pasalnya, sebagai negara produsen tertinggi kelapa sawit global, minyak goreng justru langka dan harga melonjak tinggi. Hal ini mengakibatkan kerugian luas pada masyarakat.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Antusisme warga membeli minyak goreng murah dari pemerintah. Foto: RES
Antusisme warga membeli minyak goreng murah dari pemerintah. Foto: RES

Kelompok organisasi masyarakat sipil yang terdiri Sawit Watch, ELSAM, HuMa, PILNET, dan Greenpeace Indonesia menyatakan keprihatinannya mengingat Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia, namun sayangnya tidak berdaulat dalam mencukupi kebutuhan domestik CPO sebagai bahan baku minyak goreng.

"Beberapa pihak menilai negara dinilai gagal dalam melakukan pengawasan (operasi pasar) dalam memastikan kestabilan harga dan ketersediaannya," ungkap Deputi Direktur Sawit Watch, Acmad Surambo, dalam keterangan pers, Jumat (23/3).

Dia menyampaikan isu krusial penyebab polemik minyak goreng adalah dugaan penguasaan sumber daya yang terkonsentrasi pada segelintir pemain besar. Berdasarkan data Concentration Ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019, sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng dikuasai empat perusahaan besar yang menguasai usaha perkebunan, pengolahan CPO dan beberapa produk turunan salah satunya minyak goreng. 

"Struktur pasar seperti itu, membuat industri minyak goreng di Indonesia masuk dalam kategori monopolistik yang mengarah ke oligopoly yang berdampak terhadap konsumen sebagai end-user yang merasa dirugikan," jelasnya. 

Baca:

Selain itu pelaksanaan kebijakan program biodiesel berdampak pada pergeseran besar dalam konsumsi CPO dalam negeri. Sebelumnya konsumsi dalam negeri didominasi oleh industri pangan, namun sekarang menjadi industri biodiesel. Konsumsi CPO untuk biodiesel naik tajam dari 5,83 juta ton tahun 2019 jadi 7,23 juta ton tahun 2020. 

Di sisi lain, konsumsi CPO untuk industri pangan turun dari 9,86 juta ton pada 2019 jadi 8,42 juta ton di 2020. Pengusaha kini lebih cenderung menyalurkan CPO-nya ke pabrik biodiesel karena pemerintah menjamin perusahaannya tidak bakal merugi. Pasalnya ada kucuran subsidi yang berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) jika harga patokan di dalam negeri lebih rendah dari harga Internasional. Sebaliknya, jika CPO dijual ke pabrik minyak goreng, pengusaha tak mendapatkan insentif seperti itu.

Tags:

Berita Terkait