Urgensi Kebijakan Insentif Bagi Peserta Didik yang Belajar dari Rumah
Berita

Urgensi Kebijakan Insentif Bagi Peserta Didik yang Belajar dari Rumah

Dengan adanya permintaan belajar dari rumah, pemerintah perlu mencari solusi dengan menetapkan kebijakan yang meringankan peserta didik dalam hal biaya pendidikan.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Tim Advokasi Peduli Pendidikan Indonesia yang merupakan gabungan Advokat yang diinisiasi oleh Indra Rusmi, Johan Imanuel, Denny Supari, Muhammad Yusran Lessy, Niken Susanti, Intan Nur Rahmawati, Adi Setiyanto, Gunawan Liman, Ika Arini Batubara, dan Wendra Puji, meminta Presiden Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan Republik Indonesia untuk memberikan kebijakan meringankan atau insentif bagi pelajar sekolah sebagai peserta didik.

 

Desakan itu dikarenakan sejak virus Covid-19 menjadi pandemi di seluruh dunia menyebabkan kegiatan belajar menjadi Learn From Home (Belajar Dari Rumah) dengan waktu yang tidak dapat dipastikan.

 

Tim Advokasi menilai dengan adanya permintaan Learn From Home (Belajar dari Rumah) maka secara otomatis berkurangnya kontribusi dari tenaga pengajar terhadap peserta didik karena faktanya tenaga pengajar hanya memberikan pekerjaan rumah kepada peserta didik yang mana harus dikerjakan oleh peserta didik bagaimanapun caranya.

 

Di samping itu, Learn From Home menunjukan bahwa peserta didik harus menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung belajar di rumah. Padahal peserta didik telah membayar biaya SPP yang termasuk sarana dan prasarana sekolah yang tidak dapat digunakan sementara waktu karena operasional sekolah harus berhenti karena Pandemi Covid-19.

 

Tim Advokasi juga menilai bahwa banyak peserta didik telah membayar segala biaya pendidikan termasuk biaya ujian nasional tahun ajaran 2020, namun karena Pandemi Virus Covid-19, Ujian Nasional menjadi ditiadakan berdasarkan Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran corona virus disease (Covid-19).

 

“Atas fenomena tersebut di atas maka Presiden Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan seharusnya mencari solusi dengan menetapkan kebijakan yang meringankan peserta didik dalam hal biaya pendidikan,” tulis rilis Tim Advokasi yang diterima hukumonline, Senin (30/3).

 

(Baca: Ini Rangkaian Stimulus Ekonomi Kedua untuk Menangani Dampak Virus Corona)

 

Menurut Tim Advokasi, sekurang-kurangnya biaya SPP yang ditagihkan kepada peserta didik seharusnya disesuaikan menjadi 50 % (lima puluh persen) selama Learn From Home sampai proses ajar mengajar normal kembali atau membuat kebijakan seadil-adilnya agar dapat meringankan para pelajar dalam kondisi ekonomi efek Pendemi Covid-19.

 

Selain itu, kebijakan yang diperlukan untuk meringankan peserta didik merupakan urgensi demi semangat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Sila Kelima Pancasila) sehingga peserta didik juga berhak atas kesempatan memperoleh keringanan biaya pendidikan.

 

“Sehingga kami berharap pemerintah segera membuat kebijakan terhadap bidang pendidikan tidak hanya dalam bidang lain seperti keringanan pengkreditan yang diberikan 1 tahun. Dalam hal ini di bidang pendidikan sangat perlu kebijakan dari pemerintah segera mungkin, melihat kondisi saat ini Darurat Covid-19,” tulis Tim Advokasi Peduli Pendidikan Indonesia.

 

Hak Konsumen

Sementara, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengingatkan hak konsumen atas barang konsumsi harus dipenuhi jika karantina wilayah diberlakukan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19.

 

Tulus mengatakan hal pertama yang harus menjadi perhatian saat diterapkan kebijakan karantina wilayah adalah pasokan logistik yang harus terjaga. “Karena saat kebijakan karantina wilayah atau bahkan lockdown dilakukan, yang tetap harus dibuka adalah akses pada logistik,” katanya seperti dilansir Antara, Selasa (31/3).

 

Bahkan, lebih ideal lagi jika seluruh kebutuhan konsumen atau masyarakat secara umum ditanggung oleh negara. Tulus mencontohkan di banyak negara yang memutuskan untuk menerapkan karantina wilayah atau lockdown, menanggung kebutuhan konsumsi masyarakat dengan baik.

 

“Di Australia misalnya, setiap orang diberikan subsidi sebesar Rp11 juta selama masa karantina wilayah diterapkan di negara itu,” katanya.

 

Menurut Tulus, hal itu merupakan hak warga negara yang dijamin undang-undang manakala memang karantina wilayah untuk kepentingan yang lebih besar diterapkan.

 

Ia menambahkan, jika pemenuhan kebutuhan hak hidup akan pangan tidak bisa dipenuhi sehingga tidak dapat dilakukan maka pemerintah harus mampu menjamin akses pada bahan pangan mudah.

 

“Akses-akses harus dipermudah dengan harga yang wajar. Jangan sampai dikarantina wilayahnya, tapi masyarakat sulit mengakses bahan logistik dan kalau pun ada, harganya di luar batas rasional,” katanya.

 

Ia menekankan pentingnya aksesibilitas dan keterjangkauan atas barang konsumsi bagi masyarakat. “Jadi antara aksesilibilitas dan keterjangkauan itu harus dua paket yang harus diperhatikan oleh pemerintah, kalau tidak ya jangan main-main dengan karantina wilayah atau bahkan lockdown,” katanya.

 

Tulus juga mengusulkan ada bentuk kompensasi yang diberikan pemerintah di saat situasi sulit akibat pandemi Covid-19 misalnya memberikan subsidi potongan 30-50 persen tagihan konsumen misalnya listrik, telepon, atau air khususnya bagi daerah-daerah yang dinyatakan harus karantina wilayah.

 

Semua hal itu, kata Tulus, perlu sangat dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya social unrest, chaos, atau kerusuhan yang sebenarnya tidak perlu terjadi di kalangan masyarakat. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait