Urgensi Perubahan UU Advokat Demi Terciptanya Advokat yang Bermartabat
Kolom

Urgensi Perubahan UU Advokat Demi Terciptanya Advokat yang Bermartabat

Perubahan UU Advokat tersebut mulai dari bentuk organisasi, adanya Dewan Kehormatan Advokat Bersama Nasional, kewenangan Kementerian Hukum dan HAM menyelenggarakan UPA hingga pelaksanaan PKPA.

Bacaan 4 Menit

Jauh sebelum itu penyebab dari banyaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh oknum advokat adalah dikarenakan kurangnya rasa integritas dan pemahaman terhadap tugas dan fungsi serta kode etik dari seorang advokat dalam menjalankan profesinya. Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh organisasi advokat hanya berfokus kepada bagaimana cara seorang calon advokat akan lulus dari Ujian Profesi Advokat (UPA). Bahan ajar yang diberikan kebanyakan hanya tentang kiat-kiat lulus dari UPA bukan mengajarkan bagaimana sikap integritas yang harus dimiliki oleh seseorang yang menyandang gelar Officium Nobile.

Penulis berpendapat sudah seharusnya konsep dan kurikulum yang diajarkan kepada peserta atau calon advokat harus menghadirkan materi-materi tentang integritas seorang advokat. Organisasi advokat harus bersinergi dengan para akademisi untuk membuat sebuah kurikulum PKPA yang tidak hanya mengajarkan tentang ilmu hukum akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang integritas, marwah dan kode etik dari profesi advokat tersebut. Agar supaya calon advokat yang dinyatakan selesai mengikuti PKPA dapat memahami akan pentingnya integritas dari seseorang yang akan menjadi advokat.

Hal senada juga dapat dilihat dalam pelaksanaan UPA yang diselenggarakan oleh organisasi advokat. Pelaksanaan UPA selama ini cenderung hanya formalitas semata. Dengan terjadi perpecahan di tubuh organisasi advokat, mengakibatkan organisasi advokat dapat mempermudah kelulusan calon advokat agar supaya dapat menggalang anggota sebanyak-banyaknya.

Di sinilah penulis melihat bahwa organisasi advokat sudah tidak profesional lagi dalam melaksanakan UPA. Penulis menilai agar terciptanya selektivitas dalam proses penerimaan calon advokat, untuk pelaksanaan UPA harus dilaksanakan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM agar supaya pelaksanaan ujian tersebut dapat diawasi dengan sangat ketat dan soal-soal yang dibuat dapat mengkualifikasi para calon advokat yang benar-benar memiliki wawasan akademik hukum dan juga memiliki nilai-nilai integritas serta memahami Kode Etik Advokat. Selain itu, tujuan diberikannya pelaksanaan UPA kepada Kementerian Hukum dan HAM agar supaya setiap organisasi advokat dapat melaksanakan PKPA secara bersungguh-sungguh yang menghasilkan calon advokat yang memiliki kualitas yang mumpuni dan memiliki integeritas tinggi.

Dari problem yang terjadi tersebut Penulis dapat menyimpulkan bahwa keadaan di dalam tubuh organisasi advokat sangat mempengaruhi kualitas dan integritas dari para advokat berpotensi merugikan para pencari keadilan. Karena itulah Penulis berpendapat bahwa pemerintah melalui DPR harus segera mengubah UU Advokat dengan memuat perubahan-perubahan sebagai berikut: (a) Bentuk organisasi advokat Indonesia yang semula Single Bar harus diubah menjadi Multi Bar. (b) Menetapkan adanya Dewan Kehormatan Advokat Bersama Nasional (DKABN) dengan memiliki perwakilan di wilayah hukum pengadilan Tinggi di setiap provinsi, sebagai lembaga independen di luar organisasi advokat memiliki kewenangan untuk menegakkan Kode Etik Advokat. (c) Memberikan kewenangan kepada Kementerian Hukum dan HAM sebagai penyelenggara UPA. (d) Menetapkan PKPA diselenggarakan oleh masing-masing organisasi advokat dengan bekerja sama dengan para akademisi untuk membuat kurikulum pendidikan yang berisikan pendidikan hukum, penegakan Kode Etik Advokat serta pendidikan tentang integritas advokat.

*)Hendarsam Marantoko adalah seorang advokat di Jakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait