UU Cipta Kerja, Produk Legislasi yang Tutup Ruang Demokrasi
Utama

UU Cipta Kerja, Produk Legislasi yang Tutup Ruang Demokrasi

Karena mengabaikan sejumlah pasal dalam Tata Tertib DPR, sehingga pengesahan RUU Cipta Kerja tergesa-gesa tanpa mendengar aspirasi publik. Meski menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja, F-PAN menyampaikan 8 catatan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Pengaturan ini bakal melahirkan banyak pekerja kontrak yang tidak terproteksi dengan hak dan fasilitas yang telah diakomodir dalam UU Ketenagakerjaan,” bebernya.  

Menurut Saleh, perusahaan-perusahaan nantinya bisa jadi secara membabi buta menggunakan pekerja kontrak. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Ketujuh, dalam Pasal 88B mengatur upah ditetapkan berdasaran satuan waktu dan/atau hasil. Bagi Saleh, rumusan norma itu berpotensi melahirkan persoalan baru dan ketidakadilan bagi kesejahteraan pekerja/buruh. Sebab, penghasilan yang diterima pekerja/buruh bisa berada di bawah upah minimum. Menurutunya, ketentuan tersebut seharusnya cocok diterapkan bagi pekerja profesional, bukan buruh/pekerja.

Kedelapan, jumlah pemberian pesangon memang tetap di angka 32 kali gaji. Hanya saja, yang berbeda ialah pesangon tidak seluruhnya dibayarkan pemberi kerja (perusahaan), tapi juga dibayarkan oleh pemerintah. Misalnya, saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pemberi kerja wajib membayar pesangon sebesar 23 kali gaji. Sedangkan pemerintah membayar 9 kali gaji melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

“Hal ini jelas meringankan beban yang harus dibayar pengusaha atau pemberi kerja, serta tidak mengurangi hak buruh dalam menerima pesangon. Namun skema ini perlu diatur dan diperdalam lebih lanjut. Sebab, skema JKP ini direncanakan akan menyerap Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN),” katanya.

Tags:

Berita Terkait