UU Cipta Kerja Dinilai Ciptakan Pasar Tenaga Kerja Fleksibel
Berita

UU Cipta Kerja Dinilai Ciptakan Pasar Tenaga Kerja Fleksibel

Kesempatan kerja akan terbuka lebih luas jika kebebasan berusaha juga dipermudah. Hal ini yang dicoba didorong oleh UU Cipta Kerja.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES

Pemerintah mengklaim UU Cipta Kerja dapat membuka keran investasi dan berujung pada terciptanya lapangan kerja. Hal ini diaminkan Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Adinda Tenriangke Muchtar. Dia menilai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel di Indonesia.

"UU ini mencoba menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel di Indonesia. Regulasi yang kaku, gemuk, dan rentan korupsi jelas akan menghambat kesempatan orang untuk bekerja," ujar Adinda seperti dikutip dari Antara, Senin (16/11).

Menurut dia, kesempatan kerja akan terbuka lebih luas jika kebebasan berusaha juga dipermudah. Hal ini yang dicoba didorong oleh UU Cipta Kerja. Tidak hanya itu, UU ini juga tetap mempertimbangkan hak pekerja termasuk merujuk ke UU Ketenagakerjaan yang ada.

"Tentu saja, dalam hal yang tidak termaktub dalam UU ini, bukan berarti mengabaikan hak-hak pekerja dan tanggung jawab pemberi kerja," katanya.

Pada prinsipnya, kebebasan ekonomi tetap didasarkan pada kesepakatan para pihak dan bukan pemaksaan, apalagi kekerasan. Disinilah seharusnya peran pemerintah ditegaskan dan negara hadir, lewat penegakan hukum. (Baca: Pemerintah Janji Tampung Aspirasi Publik Soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja)

Permasalahan terhadap pertumbuhan dan kebebasan ekonomi, termasuk kebebasan berusaha, tidak lepas dari permasalahan regulasi yang gemuk dan tumpang tindih, serta terbukti rentan akan korupsi dan biaya usaha yang tinggi.

"UU Cipta Kerja ditujukan untuk mendorong efisiensi regulasi, termasuk untuk meningkatkan investasi," kata Adinda.

UU ini juga berpotensi untuk membantu sektor industri manufaktur di Indonesia, mengingat sektor ini saja bisa membutuhkan perizinan konstruksi sampai 200 hari. Belum lagi biaya transaksi lainnya yang harus dihadapi di daerah.

"Dengan adanya efisiensi regulasi dan kemudahan berusaha, yang tentunya harus diikuti komitmen dan penegakan hukum yang jelas, akan memberikan kepastian hukum kepada para pengusaha maupun investor untuk membangun lebih banyak industri manufaktur di Indonesia dan sektor lainnya," ujarnya.

Sebelumnya, pengamat ekonomi I Dewa Gede Karma Wisana menilai Omnibus Law Cipta Kerja atau Ciptaker mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) tersebut mengatakan, keberadaan UU Cipta Kerja dinilai mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif.

"UU Cipta Kerja baru disahkan, belum akan berdampak tahun ini secara signifikan. Tapi dari sisi ide, konsep, dan semangatnya ingin membuka ruang penyerapan tenaga kerja yang lebih optimal atau lebih besar," katanya.

Menurut I Dewa Gede Karma Wisana, pada intinya UU ini memberikan ruang kepada industri untuk merekrut tenaga kerja yang lebih banyak.

Pertama, ada beberapa klaster yang dibahas secara simultan di UU Cipta Kerja, sehingga beberapa aspek dalam pembukaan unit usaha, investasi, peluang bisnis yang dibangun menjadi lebih jelas dan lebih sinergis.

Selain itu, dalam UU tersebut juga merevisi soal aturan perizinan usaha, aturan ketenagakerjaan, aturan permodalan investasi, dan aturan lingkungan. Jadi UU Ini mengatur beberapa aspek secara simultan.

Saat ini, yang perlu dipastikan dalam UU Cipta Kerja ada dua hal, pertama dari sisi legal atau prosedur hukumnya, yaitu peraturan pemerintah yang mendukung UU tersebut.

Kedua, dari sisi pekerjanya perlu disiapkan dan dipastikan bahwa tenaga kerjanya mendapatkan asupan keahlian, disediakan ruang-ruang tempat pendidikan, pelatihan, dan akses untuk meningkatkan keterampilan agar mampu diserap oleh industri.

Sedangkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan saat ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah memulai menyusun empat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan dari klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja.

Ida Fauziyah dalam pernyataan di Jakarta pada Selasa (10/11) lalu, menyebutkan bahwa pemerintah telah melibatkan pemangku kepentingan ketenagakerjaan seperti serikat buruh/pekerja dan dunia usaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

"Minggu lalu kami sudah memulai menyertakan SP/SB, teman-teman Apindo dan Kadin untuk sama-sama membahas RPP. Ada 4 RPP yang kami siapkan, sekarang sedang dalam proses penyusunan. Di undang-undang diberi waktu 3 bulan, namun kami berusaha memaksimalkan forum dialog itu agar segera menyelesaikan RPP tersebut," kata Ida.  

 

Tags:

Berita Terkait