UU Otsus Papua Bentuk Lembaga Negara Baru
Terbaru

UU Otsus Papua Bentuk Lembaga Negara Baru

Kantor Sekretariat Badan berada di Papua, bukan di Jakarta.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Peraturan pelaksana

Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Filep Wamafma berpandangan RUU yang baru setujui menjadi UU itu memuat sejumlah terobosan yang berpengaruh luas bagi orang asli Papua untuk maju berkembang, dan menjadi tuan di daerahnya sendiri. Yakni melalui pemberdayaan ekonomi, peningkatan layanan pendidikan, dan peningkatan layanan kesehatan. DPD, kata dia, berkomitmen melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU Otsus Papua, dan meminta pemerintah agar segera menyusun Peraturan Pelaksanaan (PP) UU Otsus bagi Provinsi Papua agar dapat segera diimplementasikan dan dirasakan dampaknya bagi masyarakat Papua.

Dia berharap pemerintah dalam penyusunan aturan turunan dapat sesuai dengan target sebagaimana amanat dari UU tersebut, misalnya Pasal 75 ayat (1) yang menyebutkan, “Peraturan Pemerintah yang melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak Undang-Undang ini diundangkan”.

Dalam pembuatan aturan pelaksana itu, pemerintah pusat perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR dan DPD. Konsultasi itu juga perlu melibatkan pemerintah daerah di Papua karena pelaksana otsus di lapangan adalah pemda. Itu sebabnya, senator asal Papua berharap agar penyusunan aturan pelaksana UU hendaknya tetap memperkuat otonomi. “Sebagai Undang-Undang yang bersifat lex spesialis, yang berisikan hal-hal yang sangat baik, tidak akan berarti apabila tidak dapat diimplementasikan,” katanya.

Tito Karnavian berjanji bakal segera menyusun aturan pelaksana UU Otsus bagi Provinsi Papua sebagaimana amanat Pasal 75. Namun demikian, RUU yang baru saja disetujui menjadi UU oleh DPR itu terlebih dahulu bakal disosialisasikan kepada seluruh para pemangku kebijakan di tingkat pusat dan daerah. Yang tak kalah penting, menyusun peraturan pelaksanaannya.

Harus menguatkan Pemda

Peneliti Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Pamungkas mengatakan, aturan pelaksana UU Otsus bagi Papua mesti menguatkan peran dan kewenangan gubernur dalam memaksimalkan pelaksanaan regulasi tersebut. Seperti memberikan kewenangan pada gubernur dalam menyediakan fasilitas pelayanan publik, hingga kewenangan mendirikan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Termasuk memberikan kewenangan berkaitan dengan hal konkrit lain yang mendukung pembangunan Papua. Misalnya, membuat sekolah khusus pendidikan guru dan pelayanan kesehatan bergerak. Isu lain adalah mengenai hak asasi manusia (HAM) yang selama ini menjadi krusial dalam dinamika sosial politik dan keamanan di tanah Papua.

Menurutnya pemerintah dapat memberi kewenangan dan kekuasaan kepada gubernur untuk menyelesaikan persoalan HAM seperti membentuk Komisi Nasional HAM di Papua atau KKR. Terpenting, hubungan saling bersinergi dengan baik antara para pemangku kepentingan di Papua amatlah dibutuhkan nantinya. “Intinya perlu ada koordinasi, kerjasama, dan sinergi antara seluruh pemerintah daerah yang ada di Papua, bukan saling berkontestasi sendiri,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara. (ANT)

Tags:

Berita Terkait