Wabah Covid-19 Mencekik Masyarakat, Apa Kabar Pro Bono Advokat?
Utama

Wabah Covid-19 Mencekik Masyarakat, Apa Kabar Pro Bono Advokat?

Tidak terdengar gaungnya sejak Covid-19 mewabah hingga masa adaptasi kebiasaan baru saat ini.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Webinar hukumonline tentang pro bono di masa pandemi. Foto: RES
Webinar hukumonline tentang pro bono di masa pandemi. Foto: RES

Profesi advokat kerap berbangga menyebut dirinya profesi mulia dengan sebutan latin officium nobile. Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia ‘Rumah Bersama Advokat’ (Peradi RBA), Luhut M.P.Pangaribuan mengingatkan agar sebutan itu tidak menjadi klaim kosong. Ia mengaitkannya dengan pelayanan pro bono. Terutama di masa wabah Covid-19.

Officium nobile itu karena melakukan pro bono,” kata Luhut dalam sesi webinar ‘The New Normal: Ragam Potret Pro Bono dan Implementasinya di Indonesia’. Sesi pamungkas serial 20 webinar memperingati 20 tahun Hukumonline itu mengulas praktik pro bono di masa wabah Covid-19.

Wabah Covid-19 tidak hanya mengubah tatanan sosial global sebagai masalah kesehatan serius, namun juga menyebabkan resesi ekonomi. Tentu saja masyarakat marginal menjadi yang paling tercekik. Roda ekonomi melambat drastis bahkan berujung pemutusan hubungan kerja besar-besaran. Hutang-piutang menjadi masalah besar saat kemampuan ekonomi terpuruk. Masalah hukum ikut bermunculan.

Akses kepada keadilan bagi masyarakat marginal menjadi jauh lebih dibutuhkan daripada masa normal sebelumnya. Kehadiran pelayanan pro bono dari profesi advokat tentu saja sangat berguna untuk meringankan beban mereka. Namun, belum terdengar profesi advokat beraksi masif sebanding dengan dokter dan tenaga kesehatan yang tampil bak pahlawan selama wabah Covid-19.

Patra M. Zen, pengurus Peradi ‘Suara Advokat Indonesia’ mengakui pelaksanaan pro bono advokat belum sesuai harapan. Bahkan di masa wabah Covid-19 saat ini pun belum terlihat ada peningkatan. Padahal kebutuhan masyarakat marginal atas pelayanan pro bono pasti meningkat.

Patra menyoroti fakta bahwa pelaksanaan pro bono dibebankan kepada advokat baru. Kebanyakan advokat baru itu menjadikan pelayanan pro bono sebagai sarana mencari pengalaman. Kondisi ini dianggap ironis oleh Patra. Ia berharap advokat senior dan berpengalaman berkontribusi lebih banyak untuk menangani perkara pro bono. Terlebih di masa wabah Covid-19.

”Kalau kantor-kantor advokat yang besar tidak aktif menunaikan pro bono itu sungguh keterlaluan,” kata Patra. Apalagi banyak kantor besar mampu mempekerjakan advokat asing dengan pengalaman khusus. Tentu dengan biaya yang tidak murah.

Tags:

Berita Terkait