WNI Terancam Deportasi di AS: Migran Ekonomi atau Pencari Suaka?
Kolom

WNI Terancam Deportasi di AS: Migran Ekonomi atau Pencari Suaka?

Setiap orang berhak untuk berpindah tempat dan tinggal di negara manapun. Namun mari jujur alasan dan motifnya. Jangan mengarang-ngarang cerita dan mendiskreditkan kelompok lain dan mencemarkan nama bangsa.

Bacaan 2 Menit

 

Mereka menyiapkan skenario pengakuan bohong seperti diperkosa atau dianiaya dalam kerusuhan etnis atau agama. Sayangnya, mereka tak cukup cantik dalam mengemas cerita ini. Dalam beberapa permohonan suaka, ceritanya cenderung seragam. Para pelamar menghafalkan kata demi kata secara persis seperti yang diajarkan, juga diajari menangis dan memohon secara emosional untuk mengundang simpati petugas.

 

Antara Pencari Suaka dan Pengungsi

Mengajukan suaka (politik) memang adalah suatu perbuatan yang legal dan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Setiap orang berhak untuk tinggal di manapun dan pergi ke manapun. Apalagi jika memang tersedia alasan yang cukup untuk itu. Pasal 28 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa : “setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.”

 

Sementara itu,  pasal 13 paragraf 2 Deklarasi HAM Universal 1948 menyebutkan bahwa “Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country’.  Hak atas kebebasan untuk memilih tempat tinggal (negara) ini dipertegas oleh Declaration of Territorial Asylum 1967 yang menyatakan : (1). Everyone has the right to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution (2). This right may not be invoked in the case of prosecutions genuinely arising from non-political crimes or from acts contrary to the purposes and principles of the United Nations.

 

Dari penegasan deklarasi ini, kata kunci untuk memohon suaka (asylum) adalah adanya ketakutan ataupun kekhawatiran akan menjadi korban dari suatu penyiksaaan/ penganiayaan (persecution) di suatu negeri, sehingga ia memilih untuk mencari perlindungan (suaka) ke negara lain. Termasuk di sini adalah bagi para pejuang/ orang-orang yang berjuang melawan kolonialisme (persons struggling against colonialism). 

 

Namun, permohonan suaka ini dibatasi hanya untuk ketakutan yang timbul dari suatu kejahatan politik dan tidak untuk selainnya (non political crimes), apalagi apabila permohonan tersebut berlawanan dengan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dari PBB. Termasuk dalam golongan mereka yang ‘diharamkan’ untuk menerima suaka politik adalah mereka yang diduga keras telah melakukan kejahatan terhadap perdamaian (crime against peace), kejahatan perang (war crime), dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).

 

Batasan terminologi  ‘suaka’ ini nyaris beririsan dengan batasan terminologi ‘pengungsi’.  Terminologi ‘pengungsi’  menurut Konvensi tentang Status Pengungsi 1951 (Convention Relating to the Status of Refugees) adalah mereka yang: seseorang yang “oleh karena rasa takut yang wajar akan kemungkinan dianiaya berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada suatu kelompok sosial tertentu, atau pandangan politik, berada di luar negeri kebangsaannya, dan tidak bisa atau, karena rasa takut itu tidak berkehendak berada di dalam perlindungan negeri tersebut.

 

Dalam istilah lain, ‘refugee’ adalah pengungsi yang lari ke negara lain, yang sudah jelas diatur statusnya melalui konvensi 1951 dan protokol PBB 1967 yang telah diratifikasi oleh 145 negara per 2017 (tidak termasuk Indoensia). 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait