WNI Terancam Deportasi di AS: Migran Ekonomi atau Pencari Suaka?
Kolom

WNI Terancam Deportasi di AS: Migran Ekonomi atau Pencari Suaka?

Setiap orang berhak untuk berpindah tempat dan tinggal di negara manapun. Namun mari jujur alasan dan motifnya. Jangan mengarang-ngarang cerita dan mendiskreditkan kelompok lain dan mencemarkan nama bangsa.

Bacaan 2 Menit

 

Apabila tersedia cukup alasan untuk mencari suaka,  maka perlindungan terhadap para asylum seekers dan refugees tersebut sungguh kuat di sisi hukum pengungsi internasional.  Seperti pasal berikut :

 

Pasal 3 Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture): “Negara peserta dari Konvensi ini dilarang untuk mengusir atau mengembalikan, ataupun mengekstradisikan (non refoulement) ke negara lain seseorang atau sekelompok orang yang memiliki cukup alasan bahwa ia berada dalam ancaman penyiksaan/ kekerasan.

 

Juga, pada pasal 31 Konvensi tentang  Status Pengungsi tahun 1951 disebutkan bahwa: “Negara peserta dari Konvensi ini tidak akan menjatuhkan hukuman kepada seseorang/sekelompok orang yang memasuki suatu negara secara tidak sah (ilegal) karena mengungsi ataupun karena keselamatannya terancam.“

 

Menyikapi Permohonan Suaka Abal Abal

Memang,  tak semua kisah permohonan suaka WNI keturunan Tionghoa di AS adalah fiktif.  Banyak juga yang benar walaupun pada banyak bagian dilebih-lebihkan. Kenyataannya, diskriminasi terhadap etnis Tionghoa memang masih  terjadi di Indonesia. Namun, kalau disebutkan bahwa  korban kerusuhan Mei 1998 adalah hanya etnis Tionghoa, kenyataannya tidak juga. Banyak juga etnis non Tionghoa yang menjadi korban kekerasan fisik maupun seksual pada peristiwa tersebut. Sementara itu,  tidak semua Pemohon adalah betul-betul korban langsung dari peristiwa 1998 tersebut.

  

Yang lebih memprihatinkan, demi mendapat suaka, yang apabila dikabulkan akan berstatus menjadi penduduk yang berstatus legal di Amerika Serikat, sebagian pemohon mengarang-ngarang cerita. Tak segan-segan mendiskreditkan agama dan pemeluk agama lain di Indonesia. Sehingga, timbul kesan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah sangat fanatik, intolerance,  tak memberi ruang pada agama lain, dan akhirnya gemar menyiksa dan menghancurkan prasarana ibadah agama lain. Memang, ada kelompok-kelompok yang berasal dari mayoritas agama  yang ‘tidak toleran’ dengan umat lain, namun hal ini tidak dapat digunakan untuk menggeneralisir bahwa, katakanlah, umat  Islam Indonesia secara keseluruhan sebagai tidak toleran.

 

Yang juga janggal, pemohon suaka dari  WNI yang berada di AS sebenarnya punya banyak pilihan selain di AS. Mereka bisa ke Singapura, Malaysia, Thailand dan Hongkong  misalnya yang jauh lebih dekat dan tidak memerlukan visa terlebih dahulu. Mengapa harus ke AS yang jaraknya jauh lebih jauh?

 

Siapapun tahu, untuk ke AS perlu visa yang harus dimohon jauh-jauh hari, juga biaya transportasi yang tidak sedikit. Artinya, ada perencanaan, ada biaya, dan ada waktu yang dimiliki oleh para ‘pencari suaka’ sebelum pergi ke AS. Padahal, biasanya para pencari suaka ataupun pengungsi adalah orang-orang yang terusir secara paksa dari negerinya tanpa sempat membawa apapun yang berharga. Sering hanya membawa badan dan pakaian saja di tubuhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait