YLBHI: Ada Upaya Sistematis Tutupi Fakta Tragedi Stadion Kanjuruhan
Terbaru

YLBHI: Ada Upaya Sistematis Tutupi Fakta Tragedi Stadion Kanjuruhan

Ada penangkapan dan pemeriksaan secara ilegal, intimidasi saksi, dan pembelokan fakta, hingga narasi menyalahkan korban (suporter).

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Kekisruhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam. Foto: Tangkapan layar youtube
Kekisruhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam. Foto: Tangkapan layar youtube

Tragedi kemanusiaan yang terjadi di stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022) lalu menuai keprihatinan dari berbagai pihak. Setelah peristiwa kelam itu, organisasi masyarakat sipil banyak menerima informasi maraknya intimidasi sistematis melalui penangkapan dan pemeriksaan secara ilegal yang diduga kuat dilakukan aparat keamanan.

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan kejadian itu dialami penggemar klub sepak bola Arema atau Aremania dan warga sekitar lokasi kejadian. “Kami menilai ini sebagai upaya pembungkaman terhadap upaya saksi untuk menjelaskan kebenaran Tragedi Kemanusiaan yang menelan ratusan jiwa tersebut,” kata Isnur dikonfirmasi, Kamis (6/10/2022).

YLBHI, LBH Pos Malang, dan LBH Surabaya, mencatat informasi itu dari pengaduan dan pemantauan media. Isnur mencatat sedikitnya 4 hal. Pertama, ada pedagang yang takut ketika bertemu dengan jurnalis dari stasiun tv karena sebelumnya ada pedagang yang dijemput aparat keamanan karena memberikan keterangan terhadap jurnalis.

Baca Juga:

Kedua, penangkapan dan pemeriksaan ilegal terhadap saksi berinisial K setelah yang bersangkutan mengunggah video ketika tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi. Akhirnya yang bersangkutan ditemukan oleh keluarga di Polres Malang. Ketiga, setelah tragedi banyak spanduk di berbagai titik di Malang yang intinya mendesak agar tragedi itu diusut tuntas. Tapi sekarang spanduk itu diturunkan orang tak dikenal.

Keempat, ada narasi menyalahkan korban (victim blaming) yang menyebut suporter tidak menerima kekalahan dan meminum minuman keras. Padahal faktanya Aremania yang turun ke lapangan hanya ingin bertemu dengan pemain untuk memberikan semangat. Sebelum pertandingan berlangsung penjagaan sangat ketat, sehingga tidak mungkin botol minuman kerja bisa lolos ke dalam stadion.

Berdasarkan temuan itu, Isnur menilai kondisi tersebut sangat berbahaya, sehingga Kapolri harus memerintahkan anggotanya untuk berhenti melakukan intimidasi dan pembelokan fakta. Kapolri juga harus memerintahkan Divisi Propam untuk turun memeriksa semua anggota polisi yang melakukan hal tersebut. “Karena tindakan itu merupakan pidana,” tegasnya.

Mengingat ancaman yang semakin besar dan berbahaya terhadap para saksi tragedi Kanjuruhan, Isnur mendesak LPSK harus lebih proaktif menjemput dan melindungi saksi, tanpa menunggu adanya laporan. Meski pemerintah telah membentuk TGIPF yang dipimpin Menkopolhukam, tapi Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI harus tetap melakukan investigasi sesuai kewenangannya masing-masing.

Bagi Isnur, pemerintah tidak cukup hanya membentuk TGIPF, tapi juga memastikan tim bekerja secara independen, transparan dan akuntabel. Selain itu secara paralel menjamin akses bagi Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI terhadap bukti-bukti kejadian.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan akuntabilitas negara benar-benar diuji dalam kasus ini. Oleh karena itu, Amnesty International mendesak negara untuk menyelidiki secara menyeluruh, transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta mengevaluasi prosedur keamanan dalam acara yang melibatkan ribuan orang.

Tags:

Berita Terkait