Dakwaan Widjokongko Salah Sasaran?
Kasus Bulog:

Dakwaan Widjokongko Salah Sasaran?

Dakwaan dugaan gratifikasi dan penggelapan pajak oleh Widjokongko Puspoyo sudah dibacakan. Kuasa hukum Widjokongko, mengajukan eksepsi bahwa dakwaan salah sasaran, karena Widjokongko bukan pendiri dan direktur ABIL.

Ali
Bacaan 2 Menit
Dakwaan Widjokongko Salah Sasaran?
Hukumonline

 

OC Kaligis mengatakan peran Widjo sebagai Direktur Investasi ABIL sangatlah terbatas. OC Kaligis menyodorkan Head of Agreement tertanggal 17 Juni 2002 antara Widjo dengan John Van Der Wal, Direktur ABIL. Dalam perjanjian itu, lanjutnya, direktur investasi hanya sebagai penerima kuasa dari Van Der Wal dalam melakukan tindakan-tindakan sesuai yang tercantum dalam power of attorney (surat kuasa khusus, red). Yakni, untuk menandatangani perjanjian dan dokumen administrasi yang berkaitan dengan kegiatan investasi ABIL di Indonesia, membuka rekening bank, serta menjadi authorized signatory.  

 

Sedangkan untuk melakukan pengeluaran dana dari rekening ABIL, masih menurut OC Kaligis, harus terlebih dahulu mendapat perintah dan persetujuan Van Der Wal. Oleh sebab itu, terdakwa tak memiliki kewenangan untuk melakukan transfer dana sebagaimana yang didalilkan penuntut umum dalam dakwaannya, jelasnya. Seharusnya JPU mendakwa John Van Der Wal selaku pemilik dan Direktur ABIL, tambahnya.

 

Error in persona, jelas OC Kaligis juga terjadi pada dakwaan kedua soal penggelapan pajak. Ia membantah dakwaan JPU bahwa Widjo mendirikan ABIL bersama-sama dengan Van Der Wal pada tanggal 17 Juli 2002. Faktanya ABIL didirikan hanya oleh John Van Der Wal selaku pendiri (founder) sebagaimana tertuang dalam Akta Pendirian ABIL selaku badan hukum di British Virgin Island, jelasnya.

 

Dengan begitu, tuduhan JPU bahwa Widjo secara sengaja tak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau pengukuhan kena pajak dalam Pasal 39 UU Perpajakan tak bisa diterima. Kewenangan John Van Der Wal lebih luas terhadap ABIL termasuk pengurusan masalah perpajakan, tegasnya.

 

OC Kaligis juga mengutip pendapat M Yahya Harahap, dalam buku Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Dalam peristiwa orang yang diajukan sebagai terdakwa bukan pelaku tindak pidana yang sebenarnya maka pada dakwaan terkandung cacat atau kekeliruan error in persona dalam bentuk disqualification in person, jelasnya mengutip pendapat mantan hakim agung tersebut.

 

Dalam dakwaannya, JPU masih berpendapat Widjo adalah pendiri serta Direktur ABIL. Tetapi inkonsistensi JPU dalam membuat dakwaan bisa membuat runyam masalah.

 

Dalam bagian dakwaan, JPU menyebut berulang kali Widjo sebagai Direktur ABIL, bukan direktur investasi seperti disebutkan OC Kaligis. Namun, dalam bagian surat dakwaan tentang identitas terdakwa, JPU menuliskan pekerjaan Widjo sebagai mantan direktur investigasi, walau yang dimaksud seharusnya direktur investasi.

 

Terkait kesalahan ketik ini, OC Kaligis tak luput memasukannya dalam eksepsi. Walau sepele, kesalahan ini membuktikan ketidakcermatan JPU dalam menyusun surat dakwaan. Padahal, kecermatan merupakan sesuatu yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam KUHAP.

 

Pasal 143 ayat (2) KUHAP

Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:

a.      nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;

b.      uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

 

Sidang perdana terhadap tersangka Widjokongko Puspoyo digelar. Widjo, sapaan Widjokongko, didakwa membantu kakaknya, mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Widjanarko Puspoyo, dalam kasus gratifikasi atau penerimaan hadiah oleh pejabat dalam impor beras dari Vietnam. Selain itu, Widjo juga didakwa menggelapkan pajak melalui perusahaannya, Arden Bridge Investment Limited (ABIL). Dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) tak berbeda jauh dengan yang diungkapkan Direktur Penuntutan pada Jampidsus Salman Maryadi beberapa waktu lalu.

 

Widjo didakwa dalam kasus gratifikasi dengan Pasal 11 dan 15 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-1 KUHP. Sedangkan, untuk penggelapan pajak, ia didakwa melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf a dan b UU No 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

 

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU M Zen Idris Ali, diungkapkan keterlibatan Widjokongko dalam kasus gratifikasi. Zen menjelaskan Widjo menerima uang dari Cheong Karm Chuen yang bertindak sebagai perantara dalam pengadaan beras impor Bulog. Uang tersebut diterima Widjokongko melalui rekening ABIL. Widjo kemudian mengalirkan uang tersebut ke Widjanarko, Endang Ernawati (istri Widjanarko), Winda Nindyati (putri sulung Widjanarko), dan Rinaldy Puspoyo (putra Widjanarko).   

 

Namun, dakwaan JPU ini segera dibantah oleh kuasa hukum Widjo, Otto Cornelius Kaligis melalui eksepsinya. Menurut OC Kaligis dakwaan salah sasaran. Telah terjadi kekeliruan mengenai orang yang disangka telah melakukan perbuatan pidana. Error in persona, tandasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: