Presiden Diminta Batalkan Ribuan Perda Bermasalah
Berita

Presiden Diminta Batalkan Ribuan Perda Bermasalah

Rekomendasi pembatalan dari Departemen Keuangan sering tak digubris.

CR-9
Bacaan 2 Menit
Presiden Diminta Batalkan Ribuan Perda Bermasalah
Hukumonline

Presiden diminta segera menandatangani pembatalan ribuan peraturan daerah (perda) bermasalah. Jika tidak dibatalkan, regulasi level daerah itu bisa menganggu iklim investasi. Kementerian Keuangan sudah sejak lama merekomendasikan pembatalan peraturan-peraturan daerah bermasalah kepada kepala pemerintahan. Mayoritas perda yang diminta dibatalkan adalah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

 

Berdasarkan catatan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) hingga akhir Desember 2009, Kementerian Keuangan telah mengajukan usulan pembatalan 3.735 perda ke Presiden. Namun yang ditindaklanjuti sejauh ini dengan pembatalan baru 945 perda.

 

Direktur Eksekutif KPPOD, P. Agung Pambudhi di Jakarta, Selasa (13/7), mengingatkan perlunya Presiden SBY mengeluarkan peraturan presiden (Perpres) tentang persetujuan pembatalan perda bermasalah. Ketegasan sikap Pemerintah untuk meninjau perda bermasalah, kata Agung, dibutuhkan demi menjaga kepastian dunia usaha di daerah terkait. Isu dan wacana sangat mempengaruhi perkembangan dunia usaha. Jika suatu perda direkomendasikan batal, sementara persetujuan pembatalan itu tidak juga selesai, dapat menimbulkan efek negatif.

 

Berdasarkan penilaian Kementerian Keuangan, setidaknya ada 15 sektor dalam perda yang perlu mendapat perhatian Presiden. Kelima belas sektor itu adalah administrasi dan kependudukan, budaya dan pariwisata, energi dan sumberdaya mineral, kelautan dan perikanan, kesehatan, ketenagakerjaan,  komunikasi dan informasi, koperasi dan UKM, lingkungan hidup, pekerjaan umum, perhubungan, perindustrian dan perdagangan, perkebunan dan kehutanan, pertanian, serta sumbangan pihak ketiga.

 

Perda yang diusulkan untuk dibatalkan, jelas Agung, merupakan hasil penelitian dari Tim Monitoring Bersama Kemkeu dan Kementerian Dalam Negeri. Menurut dia, hal ini menunjukkan rekomendasi pembatalan perda sudah komprehensif dan tidak perlu diperlama.

 

Berdasarkan pasal (2) UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Kementerian berwenang menilai dan merekomendasikan pembatalan perda yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan lebih tinggi. Rekomendasi itu kemudian disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Masalahnya, saat ini pelaksanaan rekomendasi pembatalan itu seolah tersendat di presiden. "Mungkin karena presiden punya banyak fokus kerja yang perlu diselesaikan," ujar Agung.

Tags: