OJK Akan Berdiskusi Dengan Industri Soal Iuran
Utama

OJK Akan Berdiskusi Dengan Industri Soal Iuran

Perbanas masih berharap iuran OJK diambil dari iuran pelaku industri jasa keuangan yang diserahkan kepada pengawas sebelumnya.

M agus yozami/ant
Bacaan 2 Menit
Ketua Dewan Komisioner OJK terpilih, Muliaman D Hadad. Foto: Sgp
Ketua Dewan Komisioner OJK terpilih, Muliaman D Hadad. Foto: Sgp

Pelaku industri jasa keuangan diminta tak terlalu mengkhawatirkan soal iuran yang nantinya akan diberikan kepada lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua Dewan Komisioner OJK terpilih, Muliaman D Hadad, berjanji akan kembali mendiskusikan hal itu secara terbuka agar semua pihak bisa saling memahami.

“Meski undang-undang memungkinkan itu, tapi akan kami diskusikan kembali dengan pelaku industri mengenai konsep dan mekanismenya,” kata Muliaman setelah sidang paripurna DPR merestui dirinya sebagai Ketua DK OJK, Selasa (26/6).

Dia menjelaskan, perlunya diskusi dengan pelaku industri agar pelaksanaan tugas OJK ke depan bisa berjalan efektif dan akuntabel. Menurutnya, pengenaan iuran pada lembaga sejenis dari pelaku industri juga terjadi di luar negeri. Oleh sebab itu, ia berharap pelaku industri di Tanah Air dapat memahami secara seksama maksud dari iuran tersebut.

Sejauh ini, belum ada nilai tetap berapa besaran iuran yang harus dikeluarkan pelaku industri jasa keuangan kepada OJK. Untuk itu, Muliaman mengaku sedang mencari pola dan konsep untuk dijadikan acuan dalam pengambilan pungutan.

“Sekarang sedang kita cari pola mana yang bisa dijadikan acuan. Pada waktunya akan kita sampaikan, termasuk nilai-nilainya,” ujarnya.

Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, berharap iuran OJK yang diwajibkan kepada pelaku industri jasa keuangan diambil dari iuran yang selama ini dibayarkan kepada otoritas sebelumnya, yakni Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) serta Bank Indonesia (BI). Hal itu mengingat berkurangnya tanggung jawab pengawasan oleh lembaga-lembaga tersebut.

Sigit menerangkan, jika ke depan sejumlah bank dinyatakan sehat dan LPS tidak perlu melakukan penyelamatan bank, artinya dana yang dipungut dari bank tidak digunakan sama sekali. Menurutnya, dana itu bisa disalurkan untuk mendukung OJK.

Begitu juga dengan BI, dana pengawasan perbankan di BI pasca pengalihan tanggung jawab pengawasan kepada OJK bisa dialihkan karena ruang lingkup pengawasan BI akan menjadi terbatas. Meski industri jasa keuangan nantinya sepakat memberikan iuran kepada OJK, Sigit berharap jumlah pungutan tidak besar. Pasalnya, iuran yang besar dapat menambah beban pelaku industri.

“Kami minta yang paling kecil jumlahnya, sekecil-kecilnya, supaya tidak berat karena kami telah membayar ke LPS dan lembaga lainnya,” kata Sigit.

Iuran kepada OJK sendiri diatur dalam Pasal 34 sampai Pasal 37 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, DPR dan pemerintah sepakat pungutan atas industri jasa keuangan dibuat melalui peraturan pemerintah setelah DK OJK terbentuk.

Harry sendiri mengaku netral soal besaran iuran OJK nantinya. Yang pasti, katanya, DK OJK wajib melakukan konsultasi dengan berbagai pihak, termasuk DPR tentang pungutan tersebut. Harry yakin masalah ini bisa diatur karena sudah banyak masukan model iuran yang nantinya akan dibebankan ke industri jasa keuangan.

“Tapi memang ada baiknya untuk satu hingga dua tahun iuran OJK dibiayai oleh APBN, hingga akhirnya industri bisa melihat manfaat dari lembaga ini,” kata Harry.

Tags: