RUU Perindustrian Harus Perkuat Indutri Primer Minerba
Berita

RUU Perindustrian Harus Perkuat Indutri Primer Minerba

Pengusaha ingin kuota ekspor minerba ditangani Kementerian Perindustrian.

FNH
Bacaan 2 Menit
RUU Perindustrian Harus Perkuat Indutri Primer Minerba
Hukumonline

Meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009  tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), kalangan pengusaha menganggap perlindungan hukum yang diberikan belum cukup. Terutama terhadap industri primer di sektor minerba. Kepastian hukum investasi pada industri primer minerba sangat penting mengingat besarnya dana yang diinvestasikan.

Urgensi perlindungan hukum terhadap industri primer minerba disampaikan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bidang Pemberdayaan Daerah, Natsir Mansyur, di Senayan, Jakarta, Selasa (26/3). Ia diminta masukan atas RUU Perindustrian.

"Investasi di bidang industri primer (industri hulu) minerba, seperti aluminium, tembaga, nikel, besi, emas, dan industri kimia petrochemical harus mendapat jaminan hukum yang kuat dan tegas misalnya dengan Undang-Undang," ujarnya di depan anggota Komisi VI DPR.

Natsir menilai jaminan hukum yang diberikan pemerintah terhadap industri primer minerba belum memadai. Kalaupun ada tax holiday  dan kebijakan lain yang mendukung, tetap belum sepenuhnya memberikan perlindungan. Materi UU Minerba lebih menekankan pada perspektif kewenangan Kementerian ESDM. Egosektoral sering mengemuka dalam praktek. Karena itu, Natsir berharap lembaga-lembaga negara yang mengurusi industri primer berkoordinasi dengan baik. "Yang serius. Tidak membawakan egoisme sektoral Kementerian,“ ujarnya.

Berkaitan dengan koordinasi itu, Natsir mengusulkan agar RUU Perindustrian mengatur dengan jelas batas-batas wewenang Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM. Terutama mengatur industri primer minerba. Kementerian ESDM, kata dia, tak harus mengatur semua yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Salah satu yang diusulkan adalah kewenangan mengenai kuota ekspor minerba diserahkan kepada Kementerian Perindustrian.

Wakil Ketua Komisi VI Erik Satrya Wardhana berjanji menampung masukan-masukan dari KADIN. Ia mengatakan sejauh ini masukan KADIN masih sejalan dengan pemikiran Komisi VI DPR.

Komisi VI juga meminta agar KADIN melakukan kajian terhadap industry policy strategy. Penyusunan kebijakan industri penting, seperti yang diusulkan sejumlah ekonom kepada Komisi VI DPR. Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima, meminta pandangan KADIN. Dan, para pengusaha setuju merumuskan poin-poin strategi kebijakan industri tersebut.

Tags:

Berita Terkait