Ini Tafsir Pemerintah dan DPR atas ‘Persetujuan’ CHA
Berita

Ini Tafsir Pemerintah dan DPR atas ‘Persetujuan’ CHA

DPR mengartikan ‘persetujuan’ sebagai tindakan menyetujui atau sebaliknya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ini Tafsir Pemerintah dan DPR atas ‘Persetujuan’ CHA
Hukumonline

Pemerintah berpendapat kata “persetujuan” dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 dapat dimaknai bahwa DPR menyetujui atau tidak menyetujui usulan calon hakim agung (CHA) yang diajukan KY. Selanjutnya, ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. 

“Persetujuan ini juga harus dimaknai sebagai suatu proses, mekanisme, penilaian, untuk dapat disetujui atau tidak disetujui DPR,” kata Direktur Litigasi Kemenkumham, Mualimin Abdi dalam sidang lanjutan pengujian UU MA dan KY di Gedung MK, Rabu (8/5).

Mualimin mengatakan ketentuan itu yang melandasi adanya ketentuan setiap 1 lowongan hakim agung, KY mengajukan 3 nama calon hakim agung. Kemudian DPR memilih 1 orang untuk setiap 1 lowongan seperti diatur Pasal 8 UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA. 

“UUD 1945 tidak menentukan secara rinci mengenai persyaratan calon hakim agung, tahapan seleksi di KY, jumlah calon yang diusulkan ke DPR. Itu diatur lebih lanjut dengan undang-undang,” ujarnya.

Menurutnya, aturan itu merupakan legal policy atau pilihan kebijakan yang sifatnya terbuka yang menentukan pemilihan calon hakim agung adalah KY dan DPR lewat uji kepatutan dan kelayakan. Hal ini dalam rangka mendapatkan hakim agung yang terbaik dan berkualitas.

“Makanya, pengisiannya memerlukan mekanisme dan cara-cara yang teliti, cermat, akurat agar diperoleh hakim agung berintegritas memadai,” tuturnya.

Dia mengakui pembentuk undang-undang tak bisa menutup ada usulan apabila mekanisme proses pemilihan calon hakim agung menggunakan mekanisme perbandingan 2:1 atau 1:1 selama tak bertentangan dengan konstitusi. Namun, poin terpentingnya tetap ada keterlibatan DPR.

Tags:

Berita Terkait