Budi Mulya Siap Hadapi Dakwaan Kasus Century
Utama

Budi Mulya Siap Hadapi Dakwaan Kasus Century

Luhut anggap pemberian FPJP bukan perbuatan melawan hukum maupun penyalahgunaan wewenang.

NOVRIEZA RAHMI
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang IV Pengelolaan Devisa Budi Mulya siap menghadapi dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sedianya, Kamis (6/3), Budi akan mendengar pembacaan dakwaan terkait dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Panjang (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Atas kedua perbuatannya, penuntut umum KPK menjerat Budi dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP. Budi merupakan terdakwa pertama dalam kasus korupsi FPJP Century yang dibawa ke persidangan. Satu tersangka lagi, Siti Fadjriah statusnya ditangguhkan karena alasan kesehatan.

Pengacara Budi, Luhut MP Pangaribuan mengatakan kliennya yakin sudah melakukan hal yang benar. “Kami sudah siap. Posisi Budi Mulya sebagai anggota sependapat dengan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI. FPJP suatu kewajiban hukum karena situasi abnormal ketika itu. Itu akan disampaikan nanti,” katanya kepada hukumonline, Senin (3/3).

Luhut menjelaskan, FPJP merupakan salah satu kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan undang-undang kepada BI. Pemberian FPJP dilakukan untuk mengimplementasikan fungsi BI sebagai bank sentral. Sebagai jaring pengamanan sistem keuangan, BI berfungsi sebagai lender of the last resort (LoLR).

BI berfungsi mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi BI sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik.

Pada kondisi normal, menurut Luhut, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer, tapi masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam melaksanakan tanggung jawab dan kewenangannya, BI bahkan harus menjalankan fungsinya sebagai LoLR untuk mengatasi krisis.

Luhut melanjutkan, pemberian FPJP ditentukan oleh BI sebagai lembaga. Pemberian FPJP harus melalui RDG BI. “Intinya, FPJP merupakan instrumen bank sentral dalam menghadapi situasi tidak normal atau krisis berdasarkan undang-undang. Jadi, pemberian FPJP bukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.

Sementara, terkait penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik, bukan merupakan kewenangan BI. Luhut menambahkan, kewenangan untuk menentukan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak berada di BI, melainkan di Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 

Tidak Tebang Pilih
Di lain pihak, Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan, penyidikan kasus Century tidak akan berhenti dengan masuknya perkara Budi ke persidangan. Apabila dalam persidangan Budi ditemukan fakta baru, tidak tertutup kemungkinan kasus Century akan dikembangan. KPK akan menindaklanjuti jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.

Johan juga menegaskan, untuk pembuktian di persidangan, tentu penuntut umum akan menghadirkan sejumlah saksi. KPK tidak akan tebang pilih dalam menghadirkan saksi. Siapapun saksinya, termasuk Wakil Presiden Boediono akan dihadirkan sepanjang penuntut umum merasa perlu menggali kesaksian dari yang bersangkutan.

Pemberian pinjaman ke Bank Century –sekarang bernama Bank Mutiara- bermula saat bank Centuri mengalami kesulitan likuiditas pada Oktober 2008. Manajemen Bank Century kemudian mengirimkan surat kepada BI pada 30 Oktober 2008 untuk meminta fasilitas repo aset sebesar Rp1 triliun.

Bank Century tidak memenuhi syarat mendapatkan FPJP karena kesulitan likuiditas yang sudah mendasar akibat penarikan dana nasabah dalam jumlah besar terus-menerus. Rasio kecukupan modal (CAR) Century juga tidak mencukupi atau 2,02 persen. Syarat mendapat bantuan adalah CAR minimal delapan persen.

Atas dasar itu, BPK menyimpulkan BI tidak tegas terhadap Bank Century. Sebab, diduga mengotak-atik peraturan yang dibuat sendiri agar Bank Century bisa mendapat FPJP, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR delapan persen menjadi CAR positif.

BPK menduga perubahan itu hanya rekayasa agar Bank Century mendapat fasilitas pinjaman karena menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30 September 2008 ada di atas delapan persen, yaitu 10,39 hingga 476,34 persen, dengan satu-satunya bank yang CAR-nya di bawah delapan persen, yaitu Bank Century.

BI akhirnya menyetujui pemberian FPJP kepada Bank Century sebesar Rp502,07 miliar karena CAR Bank Century sudah memenuhi syarat PBI. Namun, belakangan BI memberi tambahan FPJP Rp187,32 miliar sehingga total FPJP yang diberikan BI kepada Bank Century berjumlah Rp689 miliar.

Posisi CAR Century ternyata sudah negatif 3,53, bahkan sejak sebelum persetujuan FPJP. Dengan demikian, BPK menilai BI melanggar PBI No.10/30/PBI/2008 yang mempersyaratkan CAR positif. Selain itu, jaminan FPJP Bank Century yang hanya 83 persen juga melanggar PBI No.10/30/PBI/2008.
Tags:

Berita Terkait