IKAHI: Pemberian Souvenir Ipod Bukan Gratifikasi
Utama

IKAHI: Pemberian Souvenir Ipod Bukan Gratifikasi

KY menilai si pemberi gratifikasi tidak melanggar hukum karena bukan dianggap sebagai suap.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Saat konperensi pers Ikatan Hakim Indonesia terkait dugaan gratifikasi Ipod di Jakarta, 19 Maret 2014. FOTO: RES
Saat konperensi pers Ikatan Hakim Indonesia terkait dugaan gratifikasi Ipod di Jakarta, 19 Maret 2014. FOTO: RES
Ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cabang MA, T Gayus Lumbuun menegaskan penerimaan Ipod oleh para hakim atau hakim agung selaku tamu undangan resepsi pernikahan putri Sekretaris MA Nurhadi bukan termasuk gratifikasi (suap). Pandangan itu setelah mereka menggelar rapat tertutup yang dihadiri sekitar 60 hakim/hakim agung termasuk tiga ketua kamar di MA.

“Rapat para hakim memutuskan pemberian Ipod saat resepsi perkawinan itu tidak berkaitan dengan gratifikasi yang perlu disikapi dengan mengembalikan ke KPK sebagai lembaga yang berwenang,” ujar Gayus dalam konferensi pers di Gedung MA, Rabu (19/3).

Gayus menjelaskan berdasarkan dokumen yang diserahkan oleh Nurhadi, 2.500 IPod itu dibeli oleh menantu Nurhadi di Amerika Serikat pada Juli 2013. Tak hanya itu, acara resepsi pernikahan di Hotel Mulia pun dibiayai menantunya yang notabene adalah seorang pengusaha. “Data invoice menyebutkan bahwa Ipod dibeli di Ameria Serikat, kemudian dibawa ke Singapura, dan sampai ke Surabaya. Harga di invoice tercantum Rp480 ribu per buah,” ungkap dia.

Ditegaskan Gayus pemberian souvenir Ipod juga tidak melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sepanjang pemberian hadiah saat pesta kawin, adat, ulang tahun, tidak melebihi Rp500 ribu.       

Meski begitu, IKAHI tetap akan melakukan klarifikasi ke KPK dengan menunjukan dokumen pembelian (invoice) dan contoh barangnya. Jika KPK nantinya menilai barang Ipod itu melebihi harga Rp500 ribu, IKAHI dan MA sepakat untuk mengembalikan barang itu.

“Emang yang masih menjadi perdebatan adalah soal nilai IPod. Apakah IPod itu diukur sewaktu dibeli atau dengan harga sekarang. Kalau harga beli sekarang, maka nilainya menjadi Rp600-700 ribu,” jelas Gayus.

Hakim Agung Salman Luthan menambahkan jika nantinya KPK menilai pemberian souvenir Ipod itu dianggap sebagai gratifikasi, sebagai warga negara yang baik para hakim akan mengembalikan Ipod itu ke KPK. Namun, jika pemberiani itu tidak perlu diserahkan kepada negara, kami tetap akan menggunakan barang itu demi menghargai orang yang memberi.

“Kami tidak dalalm posisi menahan-nahan barang itu, tetapi supaya clear kita minta penilaian KPK terlebih dahulu. Jika KPK mengganggap pemberian Ipod itu sebagai gratifikasi, kita akan serahkan,” tegasnya.

Hakim Agung Dudu Duswara dalam kesempatan itu menunjukkan surat Ketua KPK Abraham Samad tertanggal 21 Januari 2013 setiap penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkannya ke KPK. Namun, dalam surat itu ada 10 butir pengecualian gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan ke KPK. Diantaranya, gratifikasi dalam hal undian, diskon, voucher, reward, atau souvenir yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengan kedinasan.

“Sebagai warga negara yang baik, kami akan menyampaikan klarifikasi ke KPK, apakah souvenir yang kami terima itu termasuk yang dikecualikan sesuai KPK itu,” kata mantan Hakim Ad Hoc Tipikor Jakarta ini.

Sebelumnya, pada Sabtu 15 Maret 2014, Nurhadi menikahkan anaknya Rizki Aulia Rahmi dengan Rizki Wibowo dengan mewah di Hotel Mulia, Senayan. Ada 2.500 undangan yang hadir dan masing-masing mendapat IPod Shuffle. Di pasaran, harga IPod ini sekitar Rp700 ribu per unit. Akad nikah sendiri dilaksanakan pada Jumat 14 Maret 2014 di Megamendung, Bogor.   

Potensial gratifikasi
Terpisah, Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri menilai pemberian hadiah atau souvenir berupa Ipod saat pernikahan putri Nurhadi kepada pejabat termasuk hakim/agung berpotensi sebagai bentuk gratifikasi. Makanya, penerima sebagai pejabat negara termasuk hakim/hakim agung harus melapor ke KPK. “Nantinya, KPK yang menilai apakah pemberian Ipod itu sebagai gratifikasi atau bukan,” kata Taufiq.

Dia tegaskan si pemberi gratifikasi (Nurhadi) tidak melanggar hukum karena bukan dianggap sebagai suap. Namun, si penerima souvenir Ipod bisa dikatakan melanggar hukum kalau tidak melaporkan KPK untuk menentukan status pemberian souvenir itu sesuai mekanisme dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Meski begitu, Taufiq yang hadir dalam resepsi pernikahan itu, mengungkapkan para undangan pesta pernikahan putri Nurhadi diminta untuk tidak memberikan sumbangan dalam bentuk apapun. Hal itu dapat dilihat dari tidak adanya kotak tempat angpao di tempat resepsi. “Tak ada buku hadir tamu, mungkin sudah diganti dengan sistem elektronik,” katanya.

Menurutnya, dengan konsep resepsi pernikahan seperti itu, Nurhadi ingin memberi kesan kalau pesta pernikahan jangan mengharapkan angpao/amplop. “Kalau memberi souvenir juga jangan pelit karena souvenir itu sebagai bentuk penghormatan bagi tamu yang hadir,” tutupnya.
Tags:

Berita Terkait