Bappenas Wacanakan Pembentukan Kamar Khusus Pertanahan
Utama

Bappenas Wacanakan Pembentukan Kamar Khusus Pertanahan

KPA berpendapat ide pembentukan kamar khusus pertanahan bukan jalan keluar untuk mengatasi ribuan kasus sengketa lahan.

ROFIQ HIDAYAT
Bacaan 2 Menit
Foto: mappijatim.or.id
Foto: mappijatim.or.id
Persoalan sengketa pertanahan kerap menuai bentrokan fisik. Dalam rangka untuk mendapatkan kebenaran kepemilihan lahan acapkali membutuhkan waktu panjang. Pasalnya, pengajuan penyelesaian sengketa pertanahan dapat dilakukan di pengadilan negeri hingga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Untuk itu, dibutuhkan kamar khusus bidang pertanahan di pengadilan negeri.

Hal itu disampaikan Kepala Sub Direktorat Pertanahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Uke Mohammad Hussein, dalam sebuah seminar bertajuk ‘Tantangan Kebijakan Agraria Masa Kini dan Akan Datang di Indonesia’, di Jakarta, Selasa (8/4).

Menurutnya, persoalan pertanahan sangat multi sektoral. Berdasarkan kajian dengan bidang hukum Bappenas, kata Uke, idealnya dapat dilakukan pembentukan pengadilan khusus pertanahan. Namun hal itu mendapat tentangan. Meski dinilai sulit membentuk pengadilan khusus, diperlukan terobosan dengan membentuk kamar khusus pertanahan di pengadilan tingkat pertama.

Alasan pembentukan kamar khusus pertanahan, antara lain untuk membatasi yuridiksi. Dengan begitu, para pihak yang bersengketa cukup mengajukan ke pengadilan tingkat pertama yang langsung ditangani kamar khusus pertanahan.

Uke mengatakan, para pihak yang bersengketa masih ada yang mengajukan kasus pertanahan ke PTUN. Dengan adanya pembatasan ini, setidaknya akan terdapat bidang khusus yang menangani seputar persoalan sengketa pertanahan. Kedua, dengan adanya kamar khusus pertanahan memungkinkan putusan kasus sengketa lahan dapat dilakukan dengan cepat.

Uke menambahkan, persoalan sengketa kasus lahan membutuhkan waktu berlarut-larut hingga mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap.  Dengan adanya kamar khusus pertanahan, setidaknya memperpendek proses peradilan sehingga akan didapat kepastian hukum soal kepemilikan yang sah atas lahan yang disengketakan.

“Putusannya bisa diambil cepat dan tidak berlarut-larut bahkan ada 20 tahun seperti sekarang,” ujarnya.

Ketiga, pengajuan upaya hukum luar biasa perlu dibatasi. Misalnya, jika kini pengajuan hukum luar biasa dapat dilakukan hingga tahap Peninjauan Kembali maka dengan adanya kamar khusus, putusan tersebut perlu pembatasan pengajuan upaya hukum luar biasa.

Menurutnya, pembatasan upaya hukum cukup sampai di tingkat kasasi dan bersifat mengikat bagi para pihak bersengketa. “Kalau bisa pengadilan yang kita minta ini, dia bersifat final dalam arti kasasi tadi. Nah, kalau menurut yang bidang ilmu hukum di Bapenas, dengan sistem kamar itu bisa,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menuturkan wacana pembentukan kamar khusus pertanahan perlu dijaga. Menurutnya, pembentukan kamar khusus telah dimasukkan dalam draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Ia berpendapat jika tetap bertahan keberadaan kamar khusus pertanahan dalam RPJM, maka menjadi kewajiban pemerintah untuk membentuknya.

Bappenas terus melakukan komunikasi dengan pihak Mahakamah Agung meskipun belum secara resmi. Meski belum ada kesepakatan soal konsep pembentukan kamar khusus pertanahan, setidaknya wacana tersebut perlu dijaga. Menurut Uke, pihaknya masih melakukan diskusi formal dengan direktorat peraturan perundangan dan direktorat hukum Bappenas.

Langkah pembentukan kamar khusus pertanahan menjadi terobosan membenahi persoalan hukum sengketa pertanahan. Lagi pula, sambung Uke, penanganan kasus sengketa lahan di Mahkamah Agung sedemikian banyak. “Wacana ini kita jaga semoga bisa direalisasikan dan kita perlu diskusi banyak dengan teman Mahkamah Agung. Mudah-mudahan bisa terwujud (kamar khusus pertanahan, red),” katanya.

Pendiri Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Gunawan Winardi, menuturkan pembentukan kamar khusus pertanahan bukan menjadi gagasan terbaru. Pasalnya, pernah terbentuk pengadilan land reform yang tugasnya untuk mengetahui kebenaran kepemilikan atas lahan.

“Itu untuk mengatasi kalau ada konflik (lahan, red). Yang bener yang mana sih lahan ini,” ujarnya.

Menurutnya, ide pembentukan kamar khusus pertanahan bukan menjadi jalan keluar untuk mengatasi ribuan kasus sengketa lahan. Ia berpendapat, dengan pembentukan kamar khusus pertanahan belum tentu dapat menangani kasus pertanahan yang banyak jumlahnya.

“Jadi tidak bisa. Lagian bisa mengadili berapa sih proses pengadilan, ini ribuan kasus begini,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait