KASUM Daftarkan Gugatan Pembebasan Bersyarat Pollycarpus ke PTUN
Berita

KASUM Daftarkan Gugatan Pembebasan Bersyarat Pollycarpus ke PTUN

Somasi yang dilayangkan kepada Presiden RI dan Menkumham tak digubris.

YOZ
Bacaan 2 Menit
KASUM Daftarkan Gugatan Pembebasan Bersyarat Pollycarpus ke PTUN
Hukumonline
Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) mendaftarkan gugatan pembatalan pembebasan bersyarat Pollycarpusdi Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) Jakarta, Rabu (4/2). Sebelumnya, KASUM telah memperingatkan pemerintah untuk mencabut pembebasan bersyarat Pollycapus, namun hal itu tak dihiraukan.

“Tindakan ini kami tempuh sebagai bentuk konsistensi kami dalam mengawasi komitmen pemerintah dalam mengungkap kasus pembunuhan Munir,” kata Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta, Muhamad Isnur, dalam siaran pers. 

Muhamad Isnur mengaku sudah memperingatkan pemerintah untuk mencabut pembebasan bersyarat Pollycarpus karena dikeluarkan tanpa memperhatikan syarat dapat diterima masyarakat dan memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum dan rasa keadilan masyarakat.

Hal itu sebagaimana diatur dalam PPNo. 32 Tahun 1999jo. PP No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No.21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

“Namun pemerintah bersikukuh telah melakukan tindakan tepat dengan alasan pembebasan bersyarat adalah hak Pollycarpus sebagai Narapidana”, katanya

Ichsan Zikry, Pengacara Publik LBH Jakarta menambahkan pembebasan bersyarat memang hak narapidana, namun bukan berarti setiap narapidana wajib diberikan pembebasan bersyarat. Dia menjelaskan, pembebasan bersyarat adalah bagian dari program pembinaan pemasyarakatan, sehingga pemberiannya juga harus sesuai dengan tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UUNo. 12 Tahun 1995tentang Pemasyarakatan.

Menurutnya, tujuan pemasyarakatan dalam Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995 salah satunya adalah agar narapidana dapat menyadari kesalahannya. Pertanyaannya, kata Ichsan, apakah segala tindakan Pollycarpus sudah mencerminkan sikap menyadari kesalahannya karena sampai saat ini Pollycarpus masih merasa tidak membunuh Munir dan tetap menutup rapat siapa dalang pembunuhan Munir.

“Pemerintah tidak hati-hati dalam memberikan pembebasan bersyarat, pemberian pembebasan bersyarat ini kotraproduktif dengan komitmen pemerintah untuk mengungkap kasus pembunuhan Munir dan juga kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya” sambung Isnur.

Seperti diketahui, terpidana kasus pembunuhan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib, Pollycarpus mendapatkan pembebasan bersyarat pada 11November 2014.  Mantan pilot Garuda itu mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menjalani delapan tahun masa hukuman dari vonis 14 tahun penjara.Vonis 14 tahun penjara tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) setelah Pollycarpus mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Namun, pembebasan bersyarat Pollycarpus oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, dinilai tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sejumlah LSM pemerhati HAM memprotes keputusan Menkumham tersebut.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), misalnya. KontraS menilai pemberian pembebasan bersyarat tersebut merupakan sinyal bahaya terhadap penuntasan kasus pembunuhan Munir dan juga perlindungan HAM dalam pemerintahan Jokowi. 

KontraS berpandangan, Kemenkumham hanya melihat dari aspek yuridis pemberian hak narapidana, tanpa melihat sejauh mana penuntasan kasus tersebut yang hingga kini penyelesaiannya belum sampai menyeret otak pelaku pembunuhan.
Tags:

Berita Terkait