MK: Pembatasan Modal Asing di Sektor Perbenihan Hortikultura Konstitusional
Berita

MK: Pembatasan Modal Asing di Sektor Perbenihan Hortikultura Konstitusional

Pembedaan perlakuan antar WNI dengan WNA dalam batas tertentu lazim dilakukan

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Sidang pengucapan putusan perkara pengujian UU Holtikultura, Kamis (19/3). Foto: Humas MK
Sidang pengucapan putusan perkara pengujian UU Holtikultura, Kamis (19/3). Foto: Humas MK

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan perkara pengujian UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Kamis (19/3). Permohonan Nomor 20/PUU-XII/2014 ini diajukan oleh petani buah dan sayur serta Asosiasi Produsen Perbenihan Hortikultura.

Dalam putusan, majelis MK menyatakan permohonan ditolak seluruhnya karena tidak beralasan menurut hukum. Hakim Konstitusi, Muhammad Alim menegaskan bahwa pembedaan perlakuan antar WNI dengan WNA dalam batas tertentu lazim dilakukan. Salah satunya dalam pungutan pajak bagi WNI yang berbeda dengan jumlah besaran pungutan pajak bagi WNA.

“Pembedaan demikian, kalaupun dikatakan sebagai pembatasan terhadap hak asasi manusia merupakan pembatasan yang dibenarkan bukan saja dari perspektif UUD 1945 tetapi juga dari perspektif hukum internasional sepanjang pembatasan itu dilakukan dengan undang-undang,” jelas Alim sebagaimana dikutip dari www.mahkamahkonstitusi.go.id.

Mahkamah melihat yang terjadi pada pembatasan PMA maksimal sebesar 30 persen untuk penyediaan bibit hortikultura tidak dimaksudkan untuk warga negara. Pembatasan tersebut hanya untuk membatasi modal asing. Pasal 100 ayat (2) UU Hortikultura yang dipersoalkan pemohon merupakan pembatasan PMA dalam sektor penyediaan bibit hortikultura yang melingkupi hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pembatasan tersebut terkait erat dengan kepentingan asing.

Dalam permohonannya, para pemohon menyatakan ketentuan yang membatasi kucuran PMA hanya maksimal sebesar 30 persen justru akan merugikan industri hortikultura lokal. Sebab, pembatasan tersebut akan mengganggu ketersediaan benih unggul di Indonesia yang diyakini pemohon selama ini belum mampu dihasilkan sendiri oleh industri benih lokal.

Setelah mendengarkan keterangan Presiden, DPR, serta keterangan ahli dan saksi,  Mahkamah bertambah yakin bahwa penyelenggaraan penyediaan benih hortikultura telah mampu dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia.

Hal tersebut sejalan dengan amanat Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan perekonomian nasional diselenggarakan salah satunya berdasar prinsip kemandirian. Artinya, perekonomian nasional tidak selalu tergantung dengan pihak asing, dalam konteks ini tergantung dengan besaran PMA.

Tags:

Berita Terkait