Jaksa Agung: Pengusutan Kasus Setya Novanto Ibarat ‘Makan Bubur’
Berita

Jaksa Agung: Pengusutan Kasus Setya Novanto Ibarat ‘Makan Bubur’

Tim penyelidik masih menggali keterangan dari pihak serta masih akan mengundang sejumlah ahli.

NNP
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung M Prasetyo. Foto: RES
Jaksa Agung M Prasetyo. Foto: RES
Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan tetap melanjutkan penyelidikan atas kasus dugaan rekaman perbincangan antara mantan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Muhammad Riza Chalid dengan Presiden Direktur (Presdir) PT Freeport Indonesia (PTFI), Maroef Sjamsoeddin. Hingga saat ini, tim penyelidik Kejagung masih terus melakukan pendalaman terhadap kasus itu.

“Itu jalan terus. Kita tidak akan berhenti. Sampai saat ini tim kita masih kerja keras,” kata Jaksa Agung M Prasetyo usai acara Rakernas Kejaksaan tahun 2015 di Badiklat Kejaksaan di Jakarta, Jumat (18/12).

Lebih lanjut, Prasetyo menyebutkan kalau tim penyeldik Kejagung juga sudah memeriksa sejumlah pihak untuk dimintai keterangannya. Penggalian keterangan pun akan terus dilakukan Kejagung. Permintaan keterangan terhadap Setya Novanto hingga saat ini belum bisa dilakukan.

“Sekarang kita masih akan panggil lainnya dulu. Saya katakan ibarat kita ‘makan bubur panas’ ya, dari pinggirnya dulu,” sebutnya.

Namun, Prasetyo menegaskan, Kejagung akan memanggil Setya Novanto. Mengenai waktunya, dia masih belum bisa memastikan. Menurutnya, pemanggilan Setya Novanto akan dilakukan setelah Kejagung memegang bukti-bukti terlebih dahulu. “Tentunya kita berangkat dari bukti-bukti yang kita pegang,” terangnya.

Bukan hanya memanggil pihak terkait, lanjut Prasetyo, Kejagung juga akan meminta keterangan dari sejumlah ahli. Seperti, ahli hukum tata negara dan ahli investasi. “Berikutnya mungkin akan kita minta keterangan dari ahli hukum tata negara. Semua kita undang, termasuk kita minta keterangan ahli dari investasi asing di Indonesia seperti apa,” ujarnya.

Pemanggilan pihak terkait juga termasuk Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan. Namun, ia belum bisa memastikan kapan pemanggilan terhadap Luhut akan dilakukan. “Saya berpikir siapapun yang kita nilai membantu pengungkapan akan kita undang. Siapapun saya katakan! Tanpa harus menyebut nama,” tegasnya.

Untuk diketahui, tim penyelidik Kejagung telah berhasil meminta keterangan dari sejumlah pegawai di Hotel Ritz Carlton, lalu sekretaris pribadi Setya Novanto, Medina, Deputi I Kantor Staf Presiden, Darmawan Prasodj, dan Sekjen DPR Winantuingtyastiti.

Selain itu, ahli suara dari Institut Teknologi Bandung (ITB) serta ahli hukum pidana juga telah dimintai keterangannya. Disebutkan Prasetyo, keterangan dari ahli suara dari ITB itu, Kejagung telah mengantongi petunjuk tambahan mengenai kemiripan suara antara pihak-pihak yang berada di percakapan itu.

“Semuanya untuk melengkapi bukti yang diperlukan. Diharapkan dugaan yang selama ini kita tengarai berkenaan dengan indikasi telah dilakukannya permufakatan jahat untuk melakukan korupsi oleh beberapa orang itu nantinya bisa kita buktikan,” harapnya.

‘Perluasan’ Pasal
Diberitakan sebelumnya, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Ganjar Laksama mengatakan kalau ketentuan Pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selama ini dibidik oleh Kejagung dalam mengusut kasus ini akan sangat sulit diimplementasikan.

Menurut Ganjar, kalau pasal itu dikenakan tidak dengan tindak pidana asalnya, maka itu akan sulit diimplementasikan. Kejagung semestinya, usul Ganjar bisa menggunakan Pasal 15 yang di juncto kan dengan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001.

Terkait hal ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto membenarkan kalau Kejagung fokus pada tindak pidana percobaan permufakatan jahat yang diatur dalam Pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999. Namun, penerapan pasal seperti yang diutarakan Ganjar bisa saja dilakukan jika sudah masuk tahap penyidikan. Menurutnya, saat penyidikan nanti Kejagung dapat mengenakan Pasal 2 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana asalnya.

“Ini kan masih penyelidikan, nanti pas di penyidikan kan pasti nyari kesitu.  Ini hanya untuk mengungkap ada peristiwa pidana atau tidak,” tutupnya.
Tags:

Berita Terkait