Hakim KLHK Vs BHM Seharusnya Melakukan Judicial Activism
Berita

Hakim KLHK Vs BHM Seharusnya Melakukan Judicial Activism

Kualitas lawyer juga menentukan. KLHK diharap tidak melakukan kesalahan yang sama dalam gugatan PT National Sago Prima (NSP) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Gugatan PMH yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) telah ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang mendapat kritik dari Raynaldo Sembiring, Peneliti ICEL (Indonesia Center of Environmental Law). Menurutnya, kualitas gugatan yang diajukan KLHK kurang baik. Meski demikian, peran hakim sangat kuat karena memiliki kewenangan melakukan Judicial Activism (penalaran legal, argumentasi legal, dan rechtsvinding/penemuan hukum) terhadap gugatan hukum lingkungan yang diajukan.

“Kalau sidang ini banyak kritik karena kita tidak tahu kualitas gugatannya dan ternyata juga tidak terlalu bagus. Tetapi balik lagi walau ada kelemahan dari KLHK, sebenarnya hakim lingkungan bisa lebih menggali. Hakim itu kan bisa melakukan judicial activism. Judicial activism itu hal yang wajar karena beberapa kasus lingkungan menang karena dia dilakukan dengan judicial activism. Dulu kasus Mandalawangi sebenarnya juga karena ada judicial activism. Ini balik lagi ke kapasitas hakimnya,” ujar Raynaldo kepada hukumonline, Selasa (5/1).

Raynaldo juga mengingatkan KLHK agar tidak melakukan kesalahan yang sama atas PT BMH di dalam gugatan PT National Sago Prima (NSP) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurutnya, KLHK harus melakukan langkah strategis untuk memenangkan kasus tersebut.

“Kalau untuk PT NSP saya tidak bisa terlalu komentar karena masih dalam proses persidangan. Namun yang pasti kasus lingkungan ini penanganannya harus dengan cara-cara yang stretagis. Intinya, ada cara kita semua tahu bahwa strict liability lebih strategis dibandingkan dengan PMH. Tapi intinya itu, jangan sampai KLHK mengulangi kesalahan yang ada di BMH,” ujarnya.

Raynaldo kemudian menekankan pentingnya untuk menggunakan gugatan strict liability ketika ingin mengajukan guatan lingkungan hidup. Pasalnya, KLHK akan mendapatkan kemudahan karena tidak perlu melakukan pembuktian kesalahan. 

“Memang penanganan kasus yang penting dan serius itu seharusnya menggunakan strict liability karena kita tidak punya beban adanya pembuktian unsur kesalahan. Karena pembuktian unsur kesalahan itu sangat berat, sehingga kita lebih dimudahkan dalam pembuktian, dan itu lebih powerfullbagi kita dan undang-undang sudah memberikan peluang untuk itu. Dan kalau kasus ini (KLHK vs BMH -red) memang ada kritik karena seharusnya gugatan ialah strict liability. Ini kalah karena secara strategi sudah kalah dengan tergugat,” tambahnya.

Raynlado juga menilai bahwa kualitas lawyer turut mempengaruhi persidangan. “Kalau kita lihat dari lawyer sebelumnya (PT Kasus Kalista Alam) kelihatan sudah paham terhadap hukum lingkungan dibanding dengan lawyer yang sekarang. Cara menangani kasus dan cara pembuktiannya, dia menganggap bahwa persidangan ini penting. Terbukti kan hasilnya juga bagus. Kalau sidang ini banyak kritik, juga karena kita tidak tahu kualitas lawyernya dan kualitas gugatannya juga tidak terlalu bagus tetapi balik lagi walau ada kelembhan dari KLHK, balik lagi sebenarnya hakim seharusnya kalau dia hakim lingkungan seharusnya dia bisa lebih menggali,” ujarnya.

Sejalan dengan Raynaldo, Bono Budi Priambodo, Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga menyarankan agar sebaiknya KLHK menggunakan strict liability ketika mengajukan gugatan. Strict Liability tersebut merupakan hal yang dikehendaki oleh undang-undang.

“Dasarnya di Indonesia masih sulit karena gugatan biasanya PMH. Biasanya dalam gugatan meminta untuk menyatakan bahwa tegugat melakukan PMH. Kemudian hal tersebut itu membuat hakim secara naluriah untuk melihat pembuktian. Bukan PMH-nya yang menjadi dalil gugatan,tetapi perbutannya secara instrinsik sudah merupakan abnormally dangerous activity. Yaitu di dalam gugatan memohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan perbuatan tergugat merupakan perbuatan membahayakan, tidak dapat dipulihkan kembali. Maka itu dapat selesai, tanpa perlu pembuktian,” ujar Bono.
Tags:

Berita Terkait