3 Poin Permohonan Praperadilan Nur Alam
Berita

3 Poin Permohonan Praperadilan Nur Alam

Penyelidikan yang dilakukan penyidik KPK, Novel Basewedan, dianggap tidak sah karena yang bersangkutan seorang terdakwa berdasarkan putusan praperadilan PN Bengkulu.

ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Negeri Jaksel. Foto: RES
Pengadilan Negeri Jaksel. Foto: RES
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang pertama gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang menjadi tersangka korupsi penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Sultra periode 2008-2014.

Dalam sidang yang diketuai hakim tunggal I Wayan Karya tersebut, tim kuasa hukum Gubernur Sulawesi Utara, Nur Alam membacakan poin-poin dari permohonan praperadilan itu. "Pertama, mengenai penyelidikan yang tidak sah, karena penyelidiknya itu bukan penyelidik dari Polri itu salah satunya," kata Pengacara Nur Alam Maqdir Ismail di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (4/10).

Kemudian kedua, kata dia, penyelidikan tersebut dilakukan secara bersamaan dengan penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan Agung, mestinya itu tidak boleh terjadi. "Ketiga, yang tidak kalah penting adalah penyelidikan dan penyidikan kasus ini dilakukan berkenaan dengan satu peristiwa yang berhubungan dengan pengeluaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan izin ini sudah diuji dan diputus oleh Mahkamah Agung bahwa IUP ini tidak ada yang salah," tuturnya.

Menurutnya, penyidikannya juga kami anggap tidak sah apalagi salah satu di antara penyidiknya yang masih melakukan penyelidikan kasus ini adalah Novel Baswedan. "Novel dalam perkara hasil putusan dari praperadilan di Bengkulu itu adalah seorang terdakwa dan itu putusan pengadilan," ucap Maqdir.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum KPK Setyadi mengatakan bahwa penunjukkan Novel Baswedan sebagai penyidik dalam perkara Nur Alam sudah sesuai perintah dan pengetahuan atasan, yakni direktur penyidik. "Yang bersangkutan kan diberi tugas termasuk penyelidikan dan juga penyidikan karena yang bersangkutan statusnya masih sebagai penyidik. Jadi, apa yang dilakukan yang bersangkutan tentu atas perintah dan sepengetahuan atasan, direktur penyidikan," ujarnya.   

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena didugamelakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

Nur Alam dalam perkara ini disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Baca Juga: KPK Yakin Menang Lawan Gugatan Gubernur Nur Alam)

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.

Tags:

Berita Terkait