MA Sarankan Sidang Ahok Disiarkan Live Terbatas
Utama

MA Sarankan Sidang Ahok Disiarkan Live Terbatas

Dewan Pers bertemu para pemangku kepentingan. MA berharap sidang berlangsung kondusif.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
MA Sarankan Sidang Ahok Disiarkan Live Terbatas
Hukumonline
Mahkamah Agung (MA) menyarankan agar proses persidangan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok disiarkan secara live terbatas. Sebab, belajar dari proses persidangan live perkara Jessica, persidangan secara live menimbulkan polemik dan perdebatan di masyarakat terutama saat pemeriksaan saksi dan ahli yang dihadirkan para pihak.

"Tetapi, MA prinsipnya tidak bisa menentukan apalagi melarang proses persidangan secara live sidang perkara Ahok melalui televisi. Ini sepenuhnya kewenangan Ketua Majelis," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur saat dihubungi, Kamis (8/12) malam, setelah menerima kunjungan jajaran Dewan Pers bersama Pimpinan MA. (Baca juga: Siaran Live, Tantangan dalam ‘Sidang Terbuka untuk Umum’).

Seperti diketahui, pimpinan MA telah menerima kunjungan jajaran Dewan Pers di Gedung MA, Kamis (8/12). Dalam pertemuan ini, Dewan Pers mempertanyakan wacana sidang secara langsung dalam kasus Ahok ini, seperti persidangan kasus Jessica. Sebab, proses persidangan kasus Jessica yang disiarkan secara langsung melalui televisi, Dewan Pers banyak menerima pengaduan dari masyarakat terhadap media tertentu. Dewan Pers berharap persidangan kasus Ahok agar dapat disiarkan secara terbatas guna menghindari polemik di masyarakat.

Ridwan menegaskan manajemen persidangan sebenarnya menjadi kewenangan penuh Ketua Majelis perkara Ahok. Mulai dari jadwal sidang, proses pemanggilan para pihak, apakah boleh atau tidak diliput media termasuk proses perekaman sidang oleh media. Hal ini sesuai tata tertib persidangan di setiap pengadilan. "Praktik di negara-negara lain saja, izin ini (live atau tidak) menjadi kewenangan Majelis. Sebab, prinsipnya setiap proses persidangan tunduk pada kepemimpinan Majelis," kata Ridwan.

Namun, lanjut Ridwan, dalam kesempatan pertemuan dengan Dewan Pers, Pimpinan MA menyampaikan sisi positif dan negatifnya apabila proses persidangan secara live dalam kasus Ahok. Dia mengakui asas persidangan memang terbuka untuk umum dimana publik boleh mengakses segala informasi mengenai proses persidangan.

"Persidangan live itu seperti buah simalakama. Satu sisi baik untuk keterbukaan informasi publik dan pembelajaran masyarakat, sisi lain sidang live menimbulkan gesekan-gesekan di masyarakat," kata Ridwan. (Baca juga: Pemohon Minta Pemeriksaan HUM Seperti Sidang MK).

MA menilai belajar dari kasus Jessica, proses persidangan live kasus ini justru melanggar Pasal 159 ayat (1) KUHAP dalam proses pembuktian, pemeriksaan saksi atau ahli yang menimbulkan perdebatan di masyarakat. Apalagi, perkara Ahok ini sangat sensitif dan menarik perhatian publik.

"Ada prinsip pemeriksaan saksi atau ahli yang diatur KUHAP bahwa saksi atau ahli dilarang mendengar keterangan saksi/ahli lain. Kalau kasus Ahok disiarkan secara live, seperti kasus Jessica, tentu berpotensi saksi atau ahli telah mengetahui keterangannya karena melihat tayangan langsung dari televisi," lanjutnya.

Karena itu, MA berharap agar sidang perkara Ahok sebaiknya disiarkan secara live terbatas. Artinya, siaran live hanya dapat disiarkan sidang pertama (awal) dan pembacaan putusan. Sementara, untuk sidang pembuktian, pemeriksaan saksi dan ahli, tidak perlu disiarkan secara langsung karena potensial melanggar KUHAP . "Sidang live terutama untuk sidang perdana dan putusan dapat diliput secara live. Tetapi, saat pembuktian tidak (perlu)," tegasnya.

Dalam pertemuan itu, pimpinan MA juga menyampaikan agar Dewan Pers mengingatkan pihak media agar proses persidangan Ahok ini dapat berjalan dengan tertib, kondusif dan tidak menimbulkan perpecahan atau persoalan baru di masyarakat. "Dewan Pers akan bertemu dengan pihak-pihak terkait (media) untuk membicarakan persoalan ini. Ini agar setiap persidangan berjalan kondusif dan tidak menimbulkan perpecahan lebih tajam di masyarakat," pesannya.

Seperti diketahui, sejak 1 Desember lalu, PN Jakarta Utara telah menunjuk susunan Majelis Hakim yang akan mengadili kasus Ahok ini. Majelis terdiri dari lima hakim yang langsung diketuai Ketua PN Jakut H. Dwiarso Budi Santiarto. Empat hakim lainnya yakni Jupriadi, Abdul Rosyad, Joseph V Rahantoknam dan I Wayan Wijarna sebagai anggota majelis.

Sidang perdana kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok ini bakal digelar pada Selasa (13/12) pekan depan. Lantaran gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) tengah direnovasi, rencana sidang perdana kasus ini akan digelarnya sidang di wilayah Cibubur, Jakarta Timur.

Ahok kemungkinan dijerat Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. Dia diduga menista agama Islam terkait surat al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu Jakarta pada 27 September lalu.
Tags:

Berita Terkait