9 Standar Etika Pelayanan Notaris yang Harus Tetap Dijaga
Seminar Internasional INI:

9 Standar Etika Pelayanan Notaris yang Harus Tetap Dijaga

Notaris harus mendukung usaha yang beretika dengan melaksanakan kewenangan dan kewajiban sesuai UU Jabatan Notaris

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Salah satu sesi acara seminar iternasional CAAs-UINL di Bali. Foto: EDWIN
Salah satu sesi acara seminar iternasional CAAs-UINL di Bali. Foto: EDWIN
Dalam rangka mendukung kelancaran berusaha yang tercermin di peringkat Ease of Doing Business (EoDB), notaris Indonesia berperan serta membentuk jaminan kepastian hukum melalui praktek hukum yang dijalankannya. Caranya, notaris berkewajiban untuk selalu menjelaskan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang usaha yang bersangkutan kepada penghadap. Peran ini tidak hanya menjadi tanggung jawab para advokat pada kliennya namun juga notaris sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik terkait.

Notaris juga harus berkomitmen tidak melakukan penyelundupan hukum yang bisa menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha, kepentingan umum, dan negara. Untuk itu notaris pun tidak seharusnya menyarankan pelaku usaha melakukan tindakan hukum yang akan menguntungkan atau sebaliknya merugikan pihak-pihak tertentu saja. Apalagi jika sampai terlibat konspirasi (penyuapan) pihak-pihak terkait dalam rangka melancarkan kepentingan pelaku usaha.

Terkait hal itu, Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia (DKP INI) menyampaikan sembilan rambu-rambu etika pelayanan yang tidak boleh dilanggar notaris jika benar-benar ingin mendukung EoDB.  Habib Adji, Sekretaris DKP-INI bersama-sama anggota DKP lainnya memaparkan hal tersebut dalam sesi pertama Seminar Internasional INI di Bali, Jumat (08/9). “Yang harus diutamakan adalah tidak terlepas dari kewenangan notaris,” kata ujarnya.

(Baca juga: Gelar Seminar Internasional, INI Dukung Program Kemudahan Berusaha).

Menurut Habib, dalam rangka mendukung EoDB, tidak berarti notaris boleh menabrak batas kewenangannya berdasarkan UU Jabatan Notaris. Tanggung jawab ialah rambu etika pertama yang harus dijaga. notaris selalu memperhatikan kepatutan yang berlaku di masyarakat. Bentuk tanggung jawab ini juga harus diwujudkan dengan kerjasama konstruktif sesama notaris sehingga profesionalitas serta nama baik jabatan notaris senantiasa terjaga. “Notaris dalam mengambil sebuah keputusan selalu yang diutamakan, setelah hukum yang berlaku, adalah pertimbangan etika dan moral,” katanya.

Kedua, mengutamakan kepentingan masyarakat. Sebagai pejabat umum yang ditetapkan negara, notaris harus menjaga kepercayaan masyarakat terhadap jabatan notaris. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus dilakukan dengan totalitas dan sepenuh hati. Namun tetap dengan menjaga objektivitas jabatan notaris.

Ketiga adalah integritas. Seorang notaris harus menjamin layanan terbaik dengan profesionalitas. Kepentingan pribadi harus dikesampingkan notaris dalam menjalankan jabatan, harus jujur, berterus terang apa adanya dalam memberikan layanan serta mampu menghargai perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan.

(Baca juga: Ikatan Notaris Indonesia Jadi Tuan Rumah Rapat Pleno ke-7 CAAs-UINL).

Keempat adalah obyektivitas. Artinya, seorang notaris selalu harus mampu menjaga independensinya dengan tidak berprasangka kepada penghadap yang dilayaninya. Notaris harus mampu menghindari benturan kepentingan apalagi jika melibatkan dirinya.

Rambu kelima adalah kehati-hatian. Notaris harus mengukur batas kemampuannya dalam pengambilan keputusan dan pelayanannya kepada masyarakat. Jika memang diluar batas kemampuannya untuk mengukur dampak hukum atau akibat dari layanan yang diminta oleh penghadap, notaris harus tegas mengakuinya. Termasuk juga jika berkaitan dengan dampak etis. “Kita berpegang pada aturan yang berlaku, hukum positif, dan etika serta moral,” kata Habib.

Mengukur kompetensi pribadi secara jujur adalah hal keenam yang harus tetap dijaga. Berkaitan dengan persoalan kehati-hatian, seorang notaris harus selalu mengukur komptensi pribadinya sebagai pejabat umum. Notaris bertanggung jawab secara pribadi untuk terus meningkatkan kemampuan dan keilmuannya agar mampu memberikan pelayanan terbaik. Jika di luar kemampuannya, notaris hendaknya tidak memaksakan diri memberikan pelayanan jasa dan bisa merujuk penghadap kepada rekan notaris lainnya.

Kerahasiaan menjadi hal yang tidak boleh dilupakan. Ini adalah rambu etika paling sensitif karena jabatan notaris memberikan pelayanan yang berbasis pada kemampuan memberikan jaminan kerahasiaan pada penghadap. Segala keterangan yang diberikan kepada notaris dari penghadap harus dijaga kecuali ada hukum yang membolehkannya. Pada saat yang sama, Habib mengatakan bahwa notaris tidak seharusnya memaksakan kepada penghadap jika ada informasi yang tidak ingin disampaikan kepada notaris.

Perilaku profesional adalah rambu kedelapan. “Ini yang sangat penting, saya ingin mengatakan dalam hal ini, menjaga norma-norma yang hidup di masyarakat dimanapun kita berada,” lanjutnya. Maksudnya, seorang notaris harus menjauhi tindakan dan ucapan yang menjatuhkan kehormatan akan tugasnya di hadapan masyarakat. Untuk itu perlu bagi notaris memahami adanya norma lokal yang hidup di masyarakat tempatnya bertugas disamping hukum positif yang berlaku.

Kesembilan adalah standar teknis. Artinya seorang notaris harus memperhatikan bahwa telah ada standar operasional yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan serta perkumpulan notaris dalam menjalankan kewenangannya. Notaris harus menghindari upaya apapun untuk menyiasati standar tersebut. “Jangan hanya diberi kemudahan kemudian kita melanggar ketentuan hukum, etika, dan moral,” tegasnya.

Pieter E.Latumeten, Wakil Ketua DKP menambahkan selain norma tertulis, ada kepantasan dan kepatutan sebagai norma tidak tertulis yang hidup di masyarakat. Notaris juga harus memperhatikan hal tersebut dalam menjalankan perannya dalam mendukung EoDB, “Tidak boleh bertentangan dengan falsafah bangsa kita Pancasila,” imbuhnya.

Anggota DKP lainnya, Badar Baraba, juga mengingatkan hukum selalu akan tertinggal dengan dinamika peristiwa hukum di masyarakat. Notaris diharapkan bisa berperan menemukan hukum saat menjalankan jabatannya jika ada kondisi dimana tidak ada norma hukum yang tegas yang mengatur. Asalkan upaya penemuan hukum itu tidak melanggar kepatutan etika dan moral serta norma-norma lainnya yang hidup di masyarakat

“Kecepatan berusaha tidak boleh mengesampingkan atau melanggar rambu-rambu hukum, tetap itulah peran notaris yang saat ini notaris dituntut untuk punya kemampuan bagaimana memformulasikan kebutuhan masyarakat dengan aturan-aturan yang ada,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait