Menakar Efektivitas Kebijakan Pajak Sepanjang Awal 2019
Utama

Menakar Efektivitas Kebijakan Pajak Sepanjang Awal 2019

Pemerintah dinilai masih kebingunan mencari cara memajaki ekonomi digital.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Acara peluncuran Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019) bertajuk ‘Tax and Digital Economy: Threats and Opportunities’, Kamis (2/5). Foto: MJR
Acara peluncuran Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019) bertajuk ‘Tax and Digital Economy: Threats and Opportunities’, Kamis (2/5). Foto: MJR

Kebijakan pemerintah terhadap sektor pajak sepanjang awal tahun ini dianggap belum optimal untuk meningkatkan basis dan penerimaaan. Bahkan, kebijakan pajak periode tersebut cenderung politis. Atas kondisi tersebut, pemerintah dianggap perlu melakukan terobosan kebijakan agar target peningkatan penerimaan negara sebesar 19 persen tahun ini tidak hanya menjadi angan-angan belaka.

 

Pengamat pajak Bawono Kristiaji mengkritik pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 210/2019 tentang Penetapan Kriteria Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan contoh tidak tegasnya pemerintah dalam menetapkan aturan pajak. Padahal, PMK ini merupakan terobosan administrasi dan tatacara pemajakan pada ekosistem perdagangan digital (e-commerce). Selain itu, kebijakan ini juga tidak memberikan kebijakan baru bersifat khusus yang dapat memberatkan masyarakat sebagai wajib pajak (WP).

 

“Memang benar beleid ini masih memiliki kekurangan karena belum menjamin level playing field (keadilan) antara e-commerce domestik dengan asing maupun platform online lainnya. Selain itu, kurang disusun secara partisipatif dan menimbulkan biaya kepatuhan. Namun, pencabutan sangat disayangkan karena kemampuan pemerintah dalam memperoleh data dan informasi pemetaan kepatuhan pajak akan lebih sulit. Padahal, data dan informasi sangat krusial terutama dalam konteks ekonomi digital,” jelas pengamat pajak dari Denny Darussalam Tax Center (DDTC), itu saat peluncuran Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019) bertajuk ‘Tax and Digital Economy: Threats and Opportunities, Kamis (2/5).

 

Padahal, saat kondisi penurunan penerimaan pajak selama triwulan I 2019, Bawono menilai pemerintah perlu meningkatkan penerimaan pajak pada sektor digital. Menurutnya, terdapat celah penghindaraan pajak dalam jumlah besar dari perusahaan digital raksasa yang seharusnya menjadi sumber baru penerimaan negara.

 

(Baca Juga: Menteri Keuangan Tarik PMK e-Commerce)

 

Menurut Bawono, pencabutan PMK tersebut juga menghilangkan kewajiban WP memberikan informasi transaksi dan identitas yang menambah kesulitan pemerintah memperluas basis pajak. Padahal, transaksi e-commerce memiliki nilai besar dan berperan krusial menyumbang penerimaan dari PPN.

 

Seperti diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akhirnya memutuskan untuk menarik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-Commerce). Penarikan PMK ini dilakukan mengingat adanya kebutuhan untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang lebih komprehensif antar kementerian/lembaga.

 

“Koordinasi dimaksud dilakukan untuk memastikan agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Penarikan ini sekaligus memberikan waktu bagi Pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan seluruh pemangku kepentingan, serta mempersiapkan infrastruktur pelaporan data e-commerce,” kata Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima oleh hukumonline, Jumat (29/3).

Tags:

Berita Terkait