Pandangan Ahli Terkait Konstitusionalitas Pemilu Serentak
Berita

Pandangan Ahli Terkait Konstitusionalitas Pemilu Serentak

Sejatinya sistem pemilu serentak itu memperkuat sistem presidensial, tapi terganggu dengan adanya aturan ambang batas pencalonan presiden yang masih dianggap konstitusional oleh MK.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Sidang pengujian aturan pemilu serentak dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) digelar Kamis (17/10/2019) kemarin. Dalam sidang itu telah didengar keterangan ahli yang dihadirkan Mahkamah Konstitusi (MK). Ahli yang dihadirkan seorang Peneliti Djajadi Hanan dan Pengamat Politik Syamsuddin Haris.   

 

Sebagaimana dikutip dari laman resmi MK, dalam keterangannya, Djajadi Hanan menerangkan Pemilu 2019 termasuk kategori pemilu serentak yang dibarengi sebagian dari pemilu legislatif daerah yakni memilih anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Menurutnya, apabila MK menganggap yang konstitusional adalah pemilu serentak, ada beberapa hal yang perlu ditegaskan.

 

Pertama, pemaknaan serentak dari sudut pandang ilmu politik dan sistem pemerintahan presidensial adalah pelaksanaan pemilu legislatif dan eksekutif dalam waktu yang bersamaan. Kedua, pertanyaannya, apakah menyertakan pemilihan anggota legislatif daerah (DPRD) tanpa menyertakan pemilihan eksekutif daerah (pilkada) secara serentak itu tidak konsisten dengan makna pemilu serentak? Menurutnya, itu tidak masalah.

 

Ketiga, sebaliknya bila hanya menyertakan pemilu serentak nasional ditambah pemilu serentak untuk seluruh eksekutif daerah (pilkada) juga tidak ada masalah. Keempat, bila masih ada pilihan lain yang menyertai pemilu serentak dalam pemaknaan seperti diatas, pilihan itu juga tidak melanggar prinsip pemilu serentak. Pilihannya itu, kata dia, membagi pemilu menjadi dua, pemilu nasional dan pemilu daerah atau lokal atau pilihan lain.

 

“Karena itu, ada banyak pilihan untuk menyelenggarakan pemilu serentak secara keseluruhan. Asalkan, pokok-pokok pelaksanaan pemilu presiden dan legislatif nasional diselenggarakan secara serentak,” ujar Direktur Eksekutif Saiful Mujani Researh and Consulting (SMRC) ini. Baca Juga: Begini Pandangan Pemangku Kepentingan Terkait Pemilu Serentak

 

Anomali

Sementara Syamsuddin Haris, dalam pandangannya, menilai Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang mengamanatkan pemilu serentak lima kotak ini telah menguatkan sistem presidensial. Namun, entah disadari atau tidak, putusan MK lain, khususnya syarat ambang batas pencalonan presiden yang didasarkan hasil pemilu legislatif sebelumnya masih dianut UU Pemilu justru tetap dipertahankan Mahkamah.

 

“Padahal, syarat ambang batas tersebut jelas-jelas merupakan anomali dengan sistem presidensial,” kata Syamsuddin.

Tags:

Berita Terkait