Mencari Terobosan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lampau
Berita

Mencari Terobosan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lampau

Disarankan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu tidak melulu mengandalkan jalur yudisial, tapi bisa menempuh jalur nonyudisial.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Demo salah satu korban pelanggaran HAM tahun 1965 di Komnas HAM beberapa waktu lalu. Foto: Sgp/Hol
Demo salah satu korban pelanggaran HAM tahun 1965 di Komnas HAM beberapa waktu lalu. Foto: Sgp/Hol

Meski sudah berganti pemerintahan, sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lampau tak kunjung diselesaikan dan belum menemui solusi cara jalur penyelesaian. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta mencari terobosan agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lampau tak harus berujung ke pengadilan (Pengadilan HAM).

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan pemerintah dan pemangku kepentingan masih membahas soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tahun 1960-an dengan mekanisme yudisial (penyelesaian jalur pengadilan, red). Hingga setiap ujung pergantian rezim pemerintahan sejumlah kasus-kasus pelanggaran HAM masa lampau tak juga rampung diselesaikan. Sekalipun hendak mau diselesaikan, para pelakunya pun boleh jadi telah tiada.

“Kalau mau menggunakan sistem peradilan, siapa yang mau diadili? Jangan-jangan namanya sudah jadi nama jalan semua,” kata Arsul Sani dalam rapat kerja dengan Komnas HAM di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (6/4/2021). (Baca Juga: Sejumlah Masukan untuk Pengembangan Praktik Pengadilan HAM)

Arsul menilai di tengah kebuntuan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu seharusnya Komnas HAM mencari solusi alternatif, penyelesaiannya menggunakan jalur nonyudisial. “Kenapa Komnas HAM tidak sampaikan usulan alternatif penyelesaian nonyudisial dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu?”

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menilai menjadi tidak jelas bila kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu terus menggunakan pendekatan yudisial. Seperti kasus pelanggaran HAM berat tahun 1965–1966. Dia pun meragukan pelaku kasus pelanggaran HAM berat masa lampau masih dalam keadaan hidup atau masih sehat. Sekalipun ada, usianya sudah terbilang renta. “Kalau (pelaku) masih hidup apakah layak menjalani proses hukum. Kenapa tidak ada langkah alternatif lain,” usulnya.

Selain itu, belum adanya satu kata sepakat antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Seperti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang dilakukan oleh Komnas HAM dinilai pihak Kejaksaan Agung belum dapat ditingkatkan ke proses penyidikan.

“Belum ada tik-tok Komnas HAM dengan Kejagung. Yang satu bilang untuk ditingkatkan ke penyidikan, yang satu bilang belum. Saya pikir ini harus ada terobosan,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait