BPPN Klarifikasi Masalah Sugar Group
Berita

BPPN Klarifikasi Masalah Sugar Group

Prosedur tender dan penjualan Sugar Group Companies oleh BPPN, dikatakan telah melalui prosedur yang baku. Bahkan, BPPN juga memberikan kesempatan kepada PT Garuda Pancaarta yang memenangkan tender tersebut untuk mundur setelah melakukan legal dan financial due dilligence.

Leo/APr
Bacaan 2 Menit
BPPN Klarifikasi Masalah Sugar Group
Hukumonline

Dalam siaran persnya (24/1), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menjelaskan duduk perkara penjualan Sugar Group Companies (SGC) yang kini tengah menjadi polemik. SGC adalah salah satu aset yang dikelola oleh PT Holdiko Perkasa (Holdiko) untuk mengelola aset yang diserahkan oleh Grup Salim, di bawah pengawasan BPPN.

Prosedur penjualan SGC adalah sesuai dengan tahapan dan mekanisme tender yang selama ini berjalan di BPPN. Adapun, prosesnya terdiri dari 8 tahapan, mulai dari pengumuman sampai penutupan transaksi (closing).

Melalui prosedur tersebut, BPPN senantiasa memberi waktu dan kesempatan kepada calon penawar (bidder), untuk melakukan due diligence atas dokumen-dokumen hukum dan kepemilikan. Untuk penjualan SGC, proses tersebut telah pula ditempuh.

Lahan Kemitraan

Ketika pada 24 Agustus 2001 BPPN dan Holdiko mengumumkan penjualan 8 aset Holdiko--salah satunya adalah SGC--telah dijelaskan bahwa SGC terdiri dari 3 perusahaan perkebunan dan pabrik gula. Rinciannya, PT Gula Putih Mataram (GPM) seluas 24.000 ha, PT Sweet Indolampung (SIL) seluas 15.000 ha, serta PT Indolampung Perkasa (ILP) seluas 22.000 ha.

Dijelaskan pula bahwa SGC memiliki operasi yang terintegrasi dan sekaligus menguasai lahan yang ditanami tebu seluas 58.000 ha, termasuk 52.389 ha lahan kemitraan. "Namun, BPPN tidak memiliki lahan kemitraan tersebut, tetapi lahan tersebut (areal register 47), dimiliki oleh ILBM dan PT Indolampung Cahaya Makmur (ILCM)," jelas Raymond Van Beekum, Kepala Divisi Komunikasi BPPN dalam siaran persnya.

Saat masuk pada penawaran awal, tercatat ada 9 penawar yang berminat dan berhak untuk memasuki tahap uji tuntas (due dilligence) serta peninjauan lapangan (site visit). Setelah tahap tersebut, BPPN mendapatkan 6 penawar akhir, dengan penawar tertinggi konsorsium PT Trimanunggal Jaya dan Yanatera Bulog, dengan nilai penawaran Rp1,161 triliun.

Selanjutnya, PT Garuda Pancaarta (Garuda) yang menjadi afiliasi dari konsorsium Trimanunggal dan Yanatera, menggunakan seluruh hak dan kewajiban konsorsium tersebut untuk menandatangani kontrak jual beli dengan Holdiko pada 29 Nopember 2001.

Halaman Selanjutnya:
Tags: