Ahli: Ada Diskriminasi Hukum dalam Pembentukan Propinsi Sulawesi Barat
Berita

Ahli: Ada Diskriminasi Hukum dalam Pembentukan Propinsi Sulawesi Barat

Seharusnya DPR terlebih dahulu meminta pendapat atau persetujuan Pemda Sulawesi Selatan, apakah mereka mau membayar bantuan dana miliaran rupiah selama pembahasan RUU Pembentukan Sulawesi Barat.

Mys
Bacaan 2 Menit
Ahli: Ada Diskriminasi Hukum dalam Pembentukan Propinsi Sulawesi Barat
Hukumonline

 

Menurut Bambang Purwoko, ketentuan pasal 15 tadi sangat memberatkan provinsi Sulsel sebagai daerah induk. Sebagai propinsi baru yang dimekarkan dari induknya, pembentukan Sulbar seharusnya dilakukan dengan melewati tahapan dan persyaratan sebagaimana diatur dalam UU Otonomi Daerah yang berlaku saat itu, yakni UU No. 22 Tahun 1999.

 

Pada sidang yang sama, ahli hukum perundang-undangan dari Fakultas Hukum UI Maria Farida Indrati menilai klausul pasal 15 UU Pembentukan Sulbar berlebihan dan diskriminatif. Faktanya, dalam perundang-undangan lain tentang pembentukan propinsi baru seperti Banten, Bangka Belitung dan Gorontalo, kewajiban memberikan bantuan dana itu secara eksplisit tidak ada. Lalu, mengapa tiba-tiba Sulsel dibebankan kewajiban seperti itu?

 

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tegas disebutkan bahwa materi muatan perundang-undang seharusnya mengandung asas pengayoman, kekeluargaan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.

 

Maria Farida dan Bambang mengingatkan bahwa Pemda Sulsel tidak bisa begitu saja memberikan dana Rp8 miliar lebih kepada Sulbar tanpa meminta persetujuan pihak-pihak terkait. Bahkan Maria berpendapat, DPR seharusnya mengikutsertakan atau paling tidak meminta pendapat Pemda Sulsel saat membahas RUU Pembentukan Sulbar.

 

Bambang menambahkan, berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah terbaru (UU No. 32/2004), kebijakan penyerahan urusan dari Pusat ke Pemda harus disertai dengan pendanaan dan pengalihan sarana dan prasarana. Menurut Bambang, jika ada kekurangan biaya dalam pembentukan propinsi Sulbar, Pemerintah Pusat lah yang secara riil berkewajiban memberikan bantuan, bukan Sulawesi Selatan.

Pembentukan Propinsi Sulawesi Barat berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2004 dinilai menimbulkan diskriminasi hukum. Mengapa dalam pembentukan propinsi lain seperti Banten dan Bangka Belitung, propinsi induk tidak dibebani kewajiban membayar bantuan dana?

 

Pakar ilmu pemerintahan Bambang Purwoko berpendapat bahwa Propinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) sangat dirugikan oleh kewajiban memberikan bantuan dana kepada Propinsi Sulwesi Barat (Sulbar). Kewajiban membayar dana miliaran rupiah itu tidak sejalan dengan prinsip pemekaran wilayah dan manajemen transisi.

 

Pandangan itu disampaikan Bambang Purwoko saat tampil menjadi ahli dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Kamis (3/2) kemarin. Dosen FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu memberikan keterangan dalam kaitan dengan pengujian Undang-Undang No. 26 Tahun 2006 tentang Sulawesi Barat. Judicial review itu diajukan oleh HM Amin Syam selaku Gubernur Sulawesi Selatan. Sulbar adalah propinsi baru yang dibentuk dari pecahan Sulsel.

 

Amin Syam mempersoalkan pasal 15 ayat (7, 8, dan 9) Undang-Undang tersebut. Betapa tidak, pertama, selaku propinsi induk Sulsel diwajibkan memberikan bantuan dana selama dua tahun berturut-turut paling sedikit Rp8 miliar per tahun anggaran. Kedua, selama dua tahun berturut-turut wajib mengalokasikan dana dalam APBD untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat yang jumlahnya sama dengan alokasi dana sebelum dilakukan pemekaran.

 

Jika kedua kewajiban itu tidak dilaksanakan, Sulsel terancam sanksi berupa penundaan penyaluran pemberian dana perimbangan dari Pusat ke kas daerah Sulsel.

Tags: