Fit & Proper Test Calon Hakim Agung, Komisi III Terpecah Dua Kubu
Berita

Fit & Proper Test Calon Hakim Agung, Komisi III Terpecah Dua Kubu

Komisi III DPR masih terbelah dua dalam menyikapi persoalan internal seleksi hakim agung di KY. Sebagian berpendapat proses fit & proper test calon hakim agung ditangguhkan, sebagian berpendapat proses mesti jalan terus.

CRP
Bacaan 2 Menit
<i>Fit & Proper Test</i> Calon Hakim Agung, Komisi III Terpecah Dua Kubu
Hukumonline

 

Pada Rapat Dengar Pendapat dengan DPR pada Selasa (26/6) kemarin, Ketua KY Busyro Muqoddas mengatakan, KY akan menyerahkan nama lagi ke DPR pada Kamis (28/6), setelah merapatkan permasalahan di tubuh KY secara internal.

 

Tak mau plin-plan

Dari kubu lain di Komisi III, Trimedya Pandjaitan bersikeras melanjutkan proses fit & proper test. Ditemui di kesempatan yang sama, Trimedya  mengatakan rapat yang bakal digelar Komisi III pada Jum'at (29/6) besok bukan untuk menentukan dilanjutkan tidaknya fit& proper test. Rapat itu adalah agenda rapat Tim Kecil Komisi III untuk menyortir 18 nama calon hakim agung.

 

Trimedya mengganggap perbedaan pendapat yang terjadi di Komisi III itu hal biasa saja. Lagipula, sebelum rapat agenda Tim Kecil, Komisi III akan mendapatkan penjelasan tertulis dari KY terkait persoalan pengambilan keputusan penentuan calon hakim agung.

 

Dia menuturkan, untuk melakukan fit & proper test DPR juga terpaut pada surat dari Badan Musyawarah yang ditujukan pada KY pada akhir 2006 lalu. Melalui surat itu DPR meminta KY menggenapi 18 calon hakim yang waktu itu hanya menyetor 6 nama. Dari situ sudah jelas bahwa KY tinggal menambah 12 calon hakim lagi.

 

Selain itu, Komisi III juga terbentur aturan UU yang menentukan bahwa calon usulan KY harus diproses fit & proper test dalam 30 hari. Pada 21 Juni kemarin, Komisi III sudah mengumumkan ke media massa meminta pendapat masyarakat terhadap 18 nama usulan KY.

 

Trimedya menganggap jika Komisi III harus menolak ke-18 nama usulan KY itu, justru akan menambah panjang persoalan. Secara pribadi Trimedya menganggap persoalan internal KY itu sebagai sebuah degradasi bagi eksistensi KY sebagai lembaga baru.

 

Trimedya menjelaskan, pengumuman yang dilakukan Komisi III di media massa pada 21 Juni kemarin,  sudah banyak ditanggapi masyarakat. Karena itulah, ujar Trimedya, tidak mungkin lagi ada perubahan nama meski ada kemungkinan KY  mengubah formasi nama calon hakim.

 

Lagipula, tambahnya, masa sidang di Komisi III tidak berlangsung lama. Untuk keperluan fit & proper test ini, Komisi III sudah menggeser jadwal-jadwal rapat kerja dalam masa sidang kali ini. Itulah kenapa sampai ada dua fit & proper test dalam satu masa sidang , Komnas HAM dan calon hakim agung. Kalau diundur lagi pun sudah tidak mungkin menurut ketentuan UU, kata Trimedya.

 

MA titip pesan

Dalam rapat konsultasi DPR-MA itu, Trimedya menjelaskan bahwa Ketua MA Bagir Manan menitipkan sejumlah pesan. Salah satunya agar penentuan hakim agung nanti mempertimbangkan komposisi antara hakim karier dan non karier. Sebisa mungkin hakim yang dipilih sesuai dengan kebutuhan MA yakni  4 untuk Peradilan Umum, dan masing-masing satu untuk  Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Saat ini MA memiliki 17 hakim agung non karier dari keseluruhan hakim agung yang berjumlah 45. Menurut Bagir, jumlah 17 itu sudah lebih dari cukup. Dari jumlah dan komposisi hakim agung sebesar itu, MA berhasil menurunkan tunggakan perkara menjadi 9.865 perkara sampai 31 Maret 2007 dari sekitar 14.000 perkara pada empat bulan sebelumnya.

 

Hakim non karier, menurut Bagir membutuhkan waktu adaptasi minimal tiga bulan untuk bisa mulai bekerja maksimal. Pemilihan hakimkarir akan meningkatkan kinerja MA yang selama ini menurutnya sudah mulai membaik. Sebab hakim karir sudah relatif lebih mengenal seluk-beluk lingkungan peradilan, hanya butuh sedikit waktu adaptasi saja.

 

Bagir juga berpesan agar pemilihan hakim nanti mempertimbangkan usia pensiun hakim. Sebisa mungkin hakim agung baru nanti minimal punya masa jabatan lebih dari 3 tahun sebagai hakim agung.

 

Selain itu, dalam rapat konsultasi juga dibahas pentingnya pemilihan calon hakim agung yang tidak terlibat suatu masalah. Hal itu penting diperhatikan untuk menghindari beban psikologis, baik bagi hakim agung yang bersangkutan maupun institusi MA. Meski tidak menyebut secara ekplisit, nama Ahmad Ali dalam deretan calon hakim agung agaknya sudah tak dikehendaki oleh Ketua MA.

Ditemui di sela rapat konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA), Rabu (27/6) Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsudin  menganggap persoalan internal di Komisi Yudisial itu harus disikapi Komisi III dengan menggelar rapat internal. Dia mengatakan, rapat tersebut bakal digelar DPR hari Jum'at (29/6).

 

Anggota DPR dari Fraksi Golkar itu mengartikan tenggang waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial merupakan tenggat untuk menentukan diterima atau tidaknya usulan calon hakim agung dari KY.

 

Pasal 19 UU KY menegaskkan, DPR telah menetapkan calon Hakim Agung untuk diajukan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterima nama calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5). Sementara pasal 18 ayat (5) mengatakan, Dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir, Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) orang nama calon Hakim Agung kepada DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan Hakim Agung.

 

Sependapat dengan Azis, Anggota Komisi III Gayus Lumbuun menganggap kelanjutan proses seleksi calon hakim agung harus didahului dengan penjelasan dari KY. Sebab, proses pengambilan keputusan dinilai tidak sesuai ketentuan UU. Setelah ada penjelasan dari KY tentang persoalan internal itu, baru kemudian Komisi III bisa menyatakan dilanjutkan tidaknya proses   fit & proper test itu.

 

Bahkan, seorang anggota Komisi III Aulia A Rahman mengatakan, jika dalam rapat internal Komisi III tetap menerima hasil seleksi, ia  bakal menyatakan menolak. Dari awal, proses seleksi ini sudah menunjukkan ada yang tidak beres," ujar Aulia Rahman.

Halaman Selanjutnya:
Tags: