Niat Agus Condro Bersihkan ‘Mata Air'
Berita

Niat Agus Condro Bersihkan ‘Mata Air'

Pembenahan di tubuh partai dipandang sebagai kunci untuk mengatasi permasalahan bangsa, karena partai adalah pusat rekrutmen pejabat publik.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Niat Agus Condro Bersihkan ‘Mata Air'
Hukumonline

 

No impunity

Dalam forum yang sama, Direktur SETARA Institute Hendardi memuji keputusan Agus untuk mendahului nurani daripada ego sesaat. Karenanya, ia mempertanyakan tindakan PDIP memecat Agus. Pemecatan ini, menurut Hendardi, bisa dipandang sebagai upaya partai mencegah atau bahkan membunuh tumbuhnya moralitas. Terlepas bersalah atau tidak, orang yang mengaku salah seharusnya layak diberikan apresiasi dibandingkan orang lain yang terlibat tetapi justru diam atau mengingkari.

 

Secara rasional orang digiring untuk menganggap keberanian moral sebagai suatu kebodohan, tukas mantan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) ini.

 

Hendardi menambahkan, PDIP serta partai-partai lain seharusnya menjadikan pengakuan Agus sebagai momentum pembenahan internal, khususnya dari aspek integritas. Hendardi meyakini aksi penyuapan anggota Dewan seperti yang dialami Agus, pastinya melibatkan banyak pihak. Makanya, Hendardi mendesak agar pengakuan Agus harus segera ditindaklanjuti dengan proses hukum yang tuntas agar pihak-pihak lain yang terlibat bisa terungkap.

 

Ia tegas juga menolak jika pengakuan Agus mendapat imbalan pengampunan atau kekebalan. Hendardi menghargai sikap Agus yang hingga kini tidak berniat meminta pengampunan ataupun pengurangan hukuman. Impunitas dan imunitas tidak boleh diberi tempat dalam negara hukum, ujarnya.

 

Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Lili Pintauli Siregar turut memuji keberanian Agus. Lili mengatakan orang seperti Agus yang dapat membantu mengungkap suatu tindak kejahatan berhak mendapatkan perlindungan dari negara, melalui LPSK. Sayang, LPSK hingga kini masih dalam tahap pembenahan internal sehingga infrastruktur pendukungnya pun belum cukup memadai. Namun begitu, Lili tetap mempersilahkan Agus meminta perlindungan LPSK jika merasa mendapat ancaman secara fisik maupun psikis.

 

Partai sebagai mata air

Sementara itu, Agus sendiri mengaku tidak menyangka pengakuannya menerima uang Rp500 juta bisa heboh seperti ini. Saya hanya ingin hidup tenang, ungkapnya. Selain itu, Agus juga berharap pengakuannya bisa dijadikan pintu masuk dalam rangka perbaikan partai. Ia berpendapat partai memiliki posisi strategis dalam menyelesaikan segala persoalan bangsa. Karena, partai adalah sumber dari segala rekrutmen publik.

 

Mulai dari presiden sampai komisi-komisi negara yang belakangan muncul, perekrutannya melibatkan partai, ujar Agus yang berkiprah di politik selama 31 tahun ini. Ia mengibaratkan partai sebagai mata air yang menjadi sumber aliran air hingga sampai muara. Bagaimana mau bersih muaranya, jika mata airnya saja kotor, tukasnya beranalogi.

 

Agus bercerita sebenarnya ia berniat mengaku lebih awal soal penerimaan uang Rp500 juta itu. Dana yang tidak cukup karena terlanjur dihabiskan untuk membeli mobil dan usaha, menjadi alasan kenapa Agus menunda pengakuannya. Selain itu, Agus juga mengaku menerima hadangan dari rekan-rekannya sesama politisi. Apalagi, saat itu adalah pertama kali saya memegang uang Rp500 juta, tambahnya.

Langkah mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Agus Condro Prayitno mengungkap praktek suap atau gratifikasi dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) memunculkan beragam tanggapan. Sebagian yang mencibir menuding Agus hanya mencari sensasi politik. Sebagian lainnya, memuji keberanian Agus yang mengaku menerima uang Rp500 juta.

 

Di antara yang memuji adalah Ikatan Keluarga Besar Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 1973 (IKABA FHUI 1973). Mereka mengekspresikannya dengan menganugerahi Agus dengan Nurani Award. Acara penganugerahan digelar di Gedung Joeang 45 Jakarta, Rabu (10/9). Kontras dengan imbalan yang diterima Agus dari PDI-P, partai dimana ia bernaung. Tidak lama setelah pengakuannya, Agus langsung dipecat sebagai anggota DPR dari Fraksi PDI-P.

 

Terlepas dari pro dan kontra yang muncul, pengakuan Agus harus diakui memang menjadi hal yang langka di negeri ini. Di tengah-tengah rajinnya anggota Dewan berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), baik itu melalui pencidukan ataupun pemanggilan, Agus justru sukarela menyabangi gedung KPK. Selain mengembalikan uang, Agus berniat membeberkan detil proses suap atau gratifikasi yang dialaminya, termasuk menyebutkan nama-nama koleganya yang turut menerima aliran uang.   

 

Ketua IKABA FHUI 1973 Ruddy D. Johannes menjelaskan pemberian Nurani Award dilatarbelakangi oleh rasa simpati IKABA FHUI 1973 atas keberanian Agus. Pengakuan Agus, menurut Ruddy, patut diapresiasi karena sebagai pejabat publik sekaligus wakil rakyat Agus tanpa malu-malu mengaku telah melakukan perbuatan tercela. Ruddy pun berharap keberanian Agus dijadikan teladan sehingga muncul Agus Condro-Agus Condro lainnya.

 

Ruddy mengakui pemberian award ini bisa memunculkan kecurigaan, ada unsur politis di baliknya. Namun, ia menegaskan Nurani Award murni gerakan moral yang dilandaskan pada idealisme. Tidak secuil pun ada muatan politis dalam penyelenggaraan acara ini meskipun tidak disangkal bisa menimbulkan implikasi politik, tambahnya. Demi objektivitas, IKABA FHUI 1973 pun enggan menilai apakah perbuatan Agus benar atau salah secara hukum. Biarlah diuji oleh pengadilan yang berwenang, kilahnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: