Arti Gugatan Prematur dan Contoh Gugatannya
Perdata

Arti Gugatan Prematur dan Contoh Gugatannya

Bacaan 6 Menit

Pertanyaan

Saya pernah mendengar gugatan tidak dapat diterima, karena dinyatakan prematur oleh hakim di Pengadilan Negeri. Apa itu gugatan prematur?

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Gugatan prematur adalah salah satu variasi jenis gugatan yang mengandung cacat formil karena gugatan belum dapat diajukan ke pengadilan, sehingga mengakibatkan dikeluarkannya putusan negatif dengan amar putusan bahwa pengadilan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke verklaard atau NO). Gugatan prematur diartikan sebagai gugatan yang diajukan masih terlalu dini, karena batas waktu yang ditentukan belum sampai atau belum terpenuhi.

Sebagai contoh, ahli waris yang menggugat pembagian harta warisan padahal pewaris masih hidup, maka gugatan tersebut prematur, karena selama pewaris masih hidup, tuntutan pembagian warisan masih tertunda.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Arti Gugatan Prematur yang pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 9 Oktober 2019 dan dimutakhirkan pertama kalinya pada Kamis, 17 Oktober 2019.

 

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

 

Pengertian Gugatan Prematur

Secara sederhana, gugatan prematur adalah salah satu variasi jenis gugatan yang mengandung cacat formil karena itu gugatan belum dapat diterima pengadilan.

Terkait gugatan prematur lebih lanjut, Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata dalam Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek (hal. 111) menerangkan bahwa putusan hakim tidak selalu mengabulkan gugatan untuk seluruhnya, namun dapat pula gugatan dikabulkan untuk sebagian. Sebagian gugatan selebihnya harus ditolak atau dalam hal-hal tertentu dinyatakan tidak dapat diterima.

Dalam artikel Arti Gugatan Dikabulkan, Ditolak, dan Tidak Dapat Diterima diterangkan bahwa  gugatan yang dijatuhkan putusan dengan “amar gugatan tidak dapat diterima” atau (Niet Ontvankelijke verklaard atau NO) adalah gugatan yang mengandung cacat formil, salah satu variasi jenis gugatannya adalah gugatan prematur.

M. Yahya Harahap dalam Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan menyatakan gugatan prematur diartikan sebagai gugatan yang diajukan masih terlampau dini (hal. 457). Sifat atau keadaan prematur melekat pada:

  1. batas waktu untuk menggugat sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian belum sampai; atau
  2. batas waktu untuk menggugat belum sampai, karena telah dibuat penundaan pembayaran oleh kreditur atau berdasarkan kesepakatan antara kreditur dan debitur.

 

Contoh Gugatan Prematur

M. Yahya Harahap mencontohkan (hal. 457-458) sejumlah kasus gugatan prematur, misalnya ahli waris yang menggugat pembagian harta warisan padahal pewaris masih hidup, maka gugatan tersebut prematur, karena selama pewaris masih hidup, tuntutan pembagian warisan masih tertunda. Begitu juga halnya dengan tuntutan pembayaran utang yang belum jatuh tempo berdasarkan perjanjian, sehingga perjanjian tersebut belum dapat digugat dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Sebagai contoh lain, ketentuan seseorang dapat digugat atas wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 jo. Pasal 1238 KUH Perdata menyatakan sebagai berikut.

Pasal 1243 KUH Perdata

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

 

Pasal 1238 KUH Perdata

Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

 

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, debitur belum dapat digugat ke pengadilan atas wanprestasi jika debitur tersebut tidak pernah dinyatakan lalai berdasarkan ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata. Jika kreditur menggugat tanpa debitur pernah dinyatakan lalai, baik melalui surat perintah maupun berdasarkan batas waktu dalam perjanjian, maka pengadilan tidak dapat menerima gugatan.

 

Contoh Putusan Gugatan Prematur

Terkait contoh putusan gugatan prematur, Pengadilan Hubungan Industrial di tingkat pertama melalui Putusan PN Tanjungkarang No. 13/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Tjk menyatakan bahwa gugatan penggugat masih prematur atau penggugat belum saatnya mengajukan gugatan, sehingga tidak perlu lagi mempertimbangkan pokok perkara dan menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (hal. 31).

Pengadilan menilai bahwa gugatan tersebut prematur karena sengketa tidak melalui proses yang seharusnya dilakukan. Dalam putusan di atas, penggugat melalui proses mediasi menuntut pembayaran gajinya oleh tergugat (hal. 3), namun tergugat tidak pernah hadir selama proses mediasi dan akhirnya mediator dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulang Bawang mengeluarkan anjuran yang isinya menjelaskan bahwa tergugat agar membayar gaji penggugat (hal. 4).

Pihak tergugat dalam eksepsi menyatakan bahwa gugatan prematur, karena hasil mediasi tersebut cacat secara hukum (hal. 6), karena tidak didahulukan dengan penyelesaian sengketa secara bipartit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 10 UU PPHI yang menyatakan:

Pasal 3 ayat (1) UU PPHI

Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

 

Pasal 1 angka 10 UU PPHI

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

 

Dalam putusannya, pengadilan menerima eksepsi gugatan prematur karena para pihak belum melakukan perundingan secara bipartit. Menurut pengadilan, kepada penggugat dan tergugat terlebih dahulu diwajibkan melakukan hal tersebut sebelum melakukan proses selanjutnya (hal. 30-31).

Putusan tersebut mengakibatkan proses mediasi yang sudah dilakukan oleh mediator dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulang Bawang menjadi cacat hukum (hal. 30) dan risalah mediasi tersebut belum mempunyai kekuatan hukum mengikat (hal. 31).

Oleh karena itu, pengadilan beranggapan bahwa instansi yang bersangkutan seharusnya mengembalikan berkas untuk dilengkapi dengan bukti-bukti tentang kegagalan perundingan bipartit (hal. 30).

Dengan demikian, praktik gugatan prematur pada kasus di atas menitikberatkan bahwa gugatan dianggap prematur karena masih ada upaya penyelesaian sengketa lain sebelum dapat dilakukannya gugatan atau mediasi.

 

Demikian jawaban dari kami terkait gugatan prematur sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Putusan:

Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang No. 13/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Tjk.

 

Referensi:

  1. M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2016;
  2. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju, 1995.
Tags: