Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Beda Wewenang KY dan MA dalam Pengawasan Hakim

Share
Kenegaraan

Beda Wewenang KY dan MA dalam Pengawasan Hakim

Beda Wewenang KY dan MA dalam Pengawasan Hakim
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol

Bacaan 7 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Apa perbedaan kewenangan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam pengawasan hakim? Apakah terjadi tumpang tindih kewenangan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam hal pengawasan hakim?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    Meskipun Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sama-sama berwenang menjalankan fungsi pengawasan hakim di badan peradilan, namun bentuk pengawasan yang dilakukan keduanya berbeda. Wewenang Mahkamah Agung adalah menjalankan fungsi pengawasan internal, sedangkan wewenang Komisi Yudisial adalah menjalankan fungsi pengawasan eksternal.

    Dalam hal ini, wewenang Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan terbatas mengenai dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“KEPPH”) oleh hakim. Sedangkan Mahkamah Agung bukan hanya berwenang memeriksa dugaan pelanggaran KEPPH tetapi juga teknis yudisial, administrasi dan keuangan. Selain itu, Mahkamah Agung juga berwenang mengawasi aparat pengadilan selain hakim.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Perbedaan Kewenangan MA dengan KY dalam Pengawasan Hakim yang dibuat oleh Muhammad Yasin, S.H., M.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Senin, 17 April 2017.

    Tugasdan Wewenang Mahkamah Agung

    KLINIK TERKAIT

    Putusan MK Tak Dilaksanakan, Harus Bagaimana?

    02 Des, 2021

    Putusan MK Tak Dilaksanakan, Harus Bagaimana?

    Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.[1] Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.[2]

    Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Dengan demikian, kewenangan Mahkamah Agung (MA) untuk melaksanakan fungsi pengawasan (toeziende functie) harus dilihat pada undang-undang yang mengatur tentang MA, yakni UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung berikut aturan perubahannya.

    Pengawasan oleh MA

    Pada prinsipnya, pengawasan oleh MA bertujuan agar peradilan dilaksanakan dengan saksama dan sewajarnya dengan berpandangan pada asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.[3]

    Wewenang MA melakukan pengawasan diatur dalam Pasal 39 ayat (1), (2), dan (3) UU Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU 3/2009, yang mengatur bahwa MA berwenang melakukan:

    1. Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan di bawah MA dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman;
    2. Pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan;
    3. Pengawasan internal atas tingkah laku hakim.

    Patut diperhatikan, pengawasan dan kewenangan MA sebagaimana disebutkan di atas tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.[4]

    Sehingga, berdasarkan ketentuan di atas, objek pengawasan MA meliputi:[5]

    1. Masalah teknis peradilan menyangkut penyelenggaraan atau jalannya peradilan;
    2. Perbuatan dan tingkah laku hakim serta pejabat kepaniteraan dalam menjalankan tugas mereka; dan
    3. Administrasi peradilan.

    Kebijakan pengawasan Mahkamah Agung tersebut di atas dimaksudkan untuk mewujudkan era peradilan yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.[6]

    Tugas dan Wewenang KY

    Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.[7] Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.[8]

    Dasar hukum tugas Komisi Yudisial diatur dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan:

    Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

    Dari pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas Komisi Yudisial adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan memiliki wewenang lainnya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, yang dalam hal ini kita artikan sebagai bentuk wewenang Komisi Yudisial dalam menjalankan fungsi pengawasan.

    Tugas Komisi Yudisial Menjalankan Pengawasan

    Tugas Komisi Yudisial dalam menjalankan fungsi pengawasan diatur dalam Pasal 40 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa Komisi Yudisial (KY) berwenang melakukan pengawasan eksternal dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

    Tugas Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan eksternal adalah melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“KEPPH”).[9]

    Wewenang KY ‘Menjaga’ dan ‘Menegakkan’ Kehormatan Hakim

    Istilah ‘menjaga dan ‘menegakkan’ kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam wewenang Komisi Yudisial sebagaimana disebut Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 mengandung makna preventif dan represif.

    ‘Menjaga’ berarti Komisi Yudisial melakukan serangkaian kegiatan yang dapat menjaga hakim agar tidak melakukan tindakan yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sedangkan ‘menegakkan’ bermakna Komisi Yudisial melakukan tindakan represif terhadap hakim yang telah melanggar KEPPH. Tindakan itu dapat berbentuk pemberian sanksi.[10]

    Merujuk pada UU Komisi Yudisial (“UU KY”) beserta perubahannya, tugas Komisi Yudisial dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim meliputi:[11]

    1. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
    2. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran KEPPH;
    3. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran KEPPH secara tertutup;
    4. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran KEPPH; dan
    5. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

    Adapun tugas Komisi Yudisial dalam konteks melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim adalah menerima laporan masyarakat dan/atau informasi tentang dugaan pelanggaran KEPPH.[12] Dalam melaksanakan tugas tersebut, Komisi Yudisial dapat meminta keterangan atau data kepada badan peradilan dan/atau hakim.[13]

    Kesimpulan

    Meskipun Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sama-sama berwenang menjalankan fungsi pengawasan hakim di badan peradilan, namun bentuk pengawasan yang dilakukan keduanya berbeda. Mahkamah Agung berwenang menjalankan fungsi pengawasan internal, sedangkan Komisi Yudisial menjalankan fungsi pengawasan eksternal.

    Dalam hal ini, berdasarkan dasar hukum KY, wewenang KY terbatas mengenai dugaan pelanggaran KEPPH oleh hakim. Sedangkan Mahkamah Agung bukan hanya berwenang memeriksa dugaan pelanggaran KEPPH tetapi juga teknis yudisial, administrasi dan keuangan. Selain itu, Mahkamah Agung berwenang mengawasi aparat pengadilan selain hakim.

    Sebagai informasi tambahan, Muhammad Yasin selaku penulis sebelumnya menerangkan, normatifnya, Komisi Yudisial tidak berwenang mengawasi masalah teknis yudisial. Tetapi dalam praktik, acapkali pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim itu berkelindan dengan masalah teknis yudisial. Itulah sebabnya dalam praktik seringkali muncul perbedaan pandangan antara kedua lembaga. Sebagai pembanding, Anda dapat membaca artikel Sejumlah Tokoh Bicara Irisan Pelanggaran ‘Teknis Yudisial’ dan ‘Perilaku Hakim.

    Lantas, apakah berarti Komisi Yudisial sama sekali terlarang mengawasi putusan yang dibuat hakim? Tidak juga. Sebab, Pasal 42 UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan:

    Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar rekomendasi untuk melakukan mutasi hakim.

    Selain itu, Yasin juga menerangkan bahwasannya undang-undang mendorong kedua lembaga untuk bekerja sama menangani dugaan pelanggaran KEPPH, termasuk menyusun KEPPH-nya. Dalam praktik, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) diselenggarakan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai forum untuk mengadili dan memutus dugaan pelanggaran KEPPH oleh hakim.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan kedua kali oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
    3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial;
    4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    Referensi:

    1. Henry P Panggabean. Fungsi Mahkamah Agung dalam Praktik Sehari-Hari. (Jakarta: Sinar Harapan), 2004;
    2. Komisi Yudisial. Mengenal Lebih Dekat Komisi Yudisial. Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2012;
    3. Zainal Arifin Mochtar. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia: Sejarah, Kedudukan, Fungsi, dan Pelaksanaan Kekuasaan kehakiman dalam Perspektif Konstitusi. (Malang: Setara Press), 2016.

    [1] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) jo. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU 5/2004”)

    [2] Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU Mahkamah Agung”)

    [3] Pasal 2 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman

    [4] Pasal 39 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 32 ayat (5) UU 3/2009

    [5] Henry P Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung dalam Praktik Sehari-Hari, (Jakarta: Sinar Harapan), 2001, hal. 136.

    [6] Zainal Arifin Mochtar, Kekuasaan Kehakiman di Indonesia: Sejarah, Kedudukan, Fungsi dan Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman dalam Perspektif Konstitusi, (Malang: Setara Press), 2016, hal. 176.

    [7] Pasal 1 angka 4 UU Kekuasaan Kehakiman

    [8] Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (“UU Komisi Yudisial”)

    [9] Pasal 40 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman

    [10] Komisi Yudisial Republik Indonesia, Mengenal Lebih Dekat Komisi Yudisial, (Jakarta: KY RI), 2012, hal. 41-42.

    [11] Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (“UU 18/2011”)

    [12] Pasal 22 ayat (1) UU 18/2011

    [13] Pasal 22 ayat (2) UU 18/2011

    TAGS

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua