Karena jual beli saham yang spekulatif itu tidak diperkenankan oleh hukum Islam, bagaimana cara atau tips untuk bisa jual beli saham secara syariah?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, saham adalah salah satu bentuk instrumen bisnis yang dibolehkan menurut hukum Islam. Namun dalam praktik, tidak semua instrumen saham atau tindakan terkait saham itu dibolehkan, karena ada juga larangan (keharaman).
Lantas, bagaimana caranya agar transaksi saham yang dilakukan terhindar dari larangan dan sesuai dengan prinsip syariah?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh Erizka Permatasari, S.H. dari artikel dengan judul Cara Agar Transaksi Saham Sesuai Syariah yang dibuat oleh Drs. Agus Triyanta, MA., M.H., Ph.D dan dipublikasikan pertama kali pada Kamis, 2 Juli 2020.
Sebelum membahas aspek jual beli saham, ada baiknya kita pahami saham dari sudut pandang hukum Islam (syariah).
Disarikan dari Kedudukan Perjanjian Perkawinan Menurut Hukum Islam, setiap perbuatan dalam hukum Islam dapat ditentukan hukumnya dalam suatu penggolongan yang dikenal dengan al-ahkam al-khamsah, terdiri dari fardh/wajib, sunah/mandub, mubah/ibahah (boleh), makruh, dan haram.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Lebih lanjut, mengacu pada kaidah dasar fiqih muamalah, yakni aspek hukum Islam yang mengatur tentang hubungan hak antar orang, termasuk di dalamnya aspek ekonomi, pada dasarnya kegiatan muamalah itu boleh, kecuali ada dalil yang melarangnya. Sehingga saham menurut hukum Islam adalah instrumen bisnis yang mubah/boleh.
Di samping itu, jika menggunakan dalil analogi, saham juga dapat dipersamakan dengan salah satu bentuk kerja sama atau perkongsian dalam fiqih, yaitu syirkah al-amwal (perkongsian di mana salah satu atau lebih kongsi memberikan saham/andil modal dalam sebuah usaha).
Dalam perkembangannya, Agus Triyanta dalam buku Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi Kepatuhannya Pada Prinsip-Prinsip Islam (hal. 54), menerangkan hukum Islam kontemporer mengenal penyebutan baru yang kontekstual, yaitu syirkah musahamah atau perkongsian dengan cara penyertaan saham. Jadi, jelas bahwa saham adalah salah satu bentuk instrumen bisnis yang dibolehkan dalam hukum Islam.
Transaksi Saham yang Dilarang
Dalam praktik, tidak semua instrumen saham atau tindakan terkait saham itu dibolehkan, karena ada juga larangan (keharaman). Karena mengandung unsur yang dilarang, jual beli saham yang awalnya mubah/boleh berubah menjadi haram.
Secara garis besar, saham dan tindakan terkait yang dilarang terdiri dari:
Larangan transaksi saham pada perusahaan yang melakukan kegiatan usaha yang dilarang dalam hukum Islam
Misalnya, perusahaan yang memproduksi barang yang haram seperti minuman keras atau melakukan aktivitas bisnis yang bertentangan dengan syariah, seperti industri perjudian, hiburan malam, dan sebagainya.
Adapun kegiatan dan jenis usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah antara lain:
perjudian dan permainan yang tergolong judi;
lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir); dan
barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia; dan/atau
barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat
Larangan transaksi saham dengan cara yang dilarang prinsip syariah
Misalnya, penjualan barang menggunakan cara yang spekulatif, tidak jelas, memaksa, eksploitatif dan sebagainya.
Tips Agar Transaksi Saham Sesuai Syariah
Meskipun dalam pasar modal syariah di Indonesia, saham dari semua perusahaan yang masuk listing telah lolos proses screening, tapi bukan berarti transaksi yang dilakukan bebas tanpa ada pembatasan.
Beberapa hal yang harus kamu hindari agartransaksi saham tetap sesuai dengan koridor syariah:
Transaksi saham dengan penawaran dan/atau permintaan palsu;
Transaksi saham yang tidak disertai dengan penyerahan barang dan/atau jasa;
Perdagangan atas barang yang belum dimiliki;
Pembelian atau penjualan atas efek yang menggunakan atau memanfaaatkan informasi orang dalam dari emiten atau perusahaan publik;
Transaksi marjin atas efek syariah yang mengandung unsur bunga (riba);
Perdagangan atau transaksi dengan tujuan penimbunan (ihtikar);
Perdagangan atau transaksi yang mengandung unsur suap (risywah); dan
transaksi lain yang mengandung unsur spekulasi (gharar), penipuan (tadlis) termasuk menyembunyikan kecacatan (ghisysy), dan upaya untuk mempengaruhi pihak lain yang mengandung kebohongan (taghrir).
Singkatnya, dalam praktik jual beli saham haruslah menghindari:
melakukan penawaran palsu;
melakukan penjualan saham syariah yang belum dimiliki (short selling), sebagaimana disebutkan Tony Naughton dalam bab ‘Is an Islamic Stock Market Viable?’ pada buku Asma Siddiqi (Ed.) berjudul Anthology of Islamic Banking (hal. 230);
insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi saham (hal. 230);
margin trading, yaitu transaksi atas saham syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian saham syariah tersebut (hal. 229 – 230); dan
monopoli, yaitu pembelian dan/atau pengumpulan suatu saham syariah untuk menyebabkan perubahan harga efek syariah, dengan tujuan mempengaruhi pihak lain.
Supaya menghindari spekulasi, maka jual beli saham harus disertai informasi yang lengkap, harga yang mendasarkan pada realita kinerja perusahaan dan bukan informasi atau penawaran palsu.
Kemudian saham yang akan dibeli haruslah ada di tangan penjual, tidak melalui berbagai jaringan broker yang belum secara pasti memegang atau memiliki saham.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatPernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.