Bekas Presdir Podomoro Divonis 3 Tahun, "Deal" Aguan Rp50 Miliar Tak Disinggung
Utama

Bekas Presdir Podomoro Divonis 3 Tahun, "Deal" Aguan Rp50 Miliar Tak Disinggung

Majelis hakim sepakat menolak pencabutan BAP Budi Nurwono.

Novrieza Rahmy
Bacaan 2 Menit
Adapun argumentasi pengacara Ariesman yang menyatakan pemberian uang berasal dari kocek pribadi Ariesman selaku teman, serta tidak ada hubungannya dengan Raperda, tetapi untuk membantu Sanusi menjadi bakal calon (balon) Gubernur DKI Jakarta dikesampingkan majelis. Sebab, keterangan Ariesman dan Sanusi itu tidak berkesesuaian dengan alat bukti lainnya, yaitu petunjuk yang didapat majelis dari rekaman percakapan telepon dan SMS. 
Terlebih lagi, Anwar mengungkapkan, dalam pembicaraan melalui SMS atau telepon, terlihat adanya percakapan mengenai persoalan tambahan kontribusi 15 persen yang dibebankan kepada pengembang dalam pembahasan Raperda. Pembicaraan-pembicaraan itu kemudian diikuti dengan menggunakan sandi-sandi tertentu, seperti minta "barang" atau "kue". Dan, memang, dalam pembicaraan Trinanda dan staf pribadi Sanusi, Gerry Prastia mengganti istilah uang dengan "kue".
Menurut Anwar, sesuai Pasal 26 UU Tipikor, informasi yang disimpan secara elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam perkara korupsi. Hal mana merupakan sebuah alat bukti yang diatur Pasal 184 ayat (1) KUHAP, karena dalam pembuktian perkara ini, majelis telah mendapatkan setidaknya dua alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud Pasal 183 KUHAP. Berdasarkan hal itu, majelis berkeyakinan Ariesman telah melakukan tindak pidana yang didakwakan jaksa.  (Baca Juga: Sanusi Akui Uang AS$10 Ribu di Brankas Hasil Properti)
"Menggabungkan rentetan peristiwa persoalan pemberian uang Rp2 miliar dari terdakwa kepada Sanusi, telah memberikan petunjuk sebagaimana dimaksud Pasal 188 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP dan telah memperoleh keyakinan bahwa pemberian uang yang totalnya mencapai Rp2 miliar adalah terkait dengan persoalan pembahasan Raperda yang saat itu sedang bergulir di forum DPRD DKI Jakarta," ujarnya.
Keberatan tambahan kontribusi
Dari fakta persidangan terungkap bahwa dalam draft Raperda yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta ke DPRD DKI Jakarta, para pengembang reklamasi dibebankan kewajiban, kontribusi, dan tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) total lahan reklamasi yang dapat dijual. Lalu, Ariesman menugaskan Trinanda untuk mengkompilasi masukan dari beberapa pengembang dan mengikuti perkembangan proses pembahasan di DPRD DKI Jakarta. 
Pada pertengahan Desember 2015, Wakil Ketua merangkap Ketua Balegda DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik, Sanusi, Prasetyo Edy Marsudi (Ketua DPRD DKI Jakarta), Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaji (anggota Balegda), dan Selamat Nurdin (Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta) melakukan pertemuan dengan Aguan dan Ariesman untuk membahas percepatan pengesahan Raperda.
Sekitar akhir Januari 2016, Ariesman mengarahkan Trinanda berkoordinasi dengan Sanusi guna menyampaikan masukan draft Raperda untuk kepentingan PT APL. Atas arahan itu, Trinanda menemui Sanusi di Lobby Fraksi Gerindra lantai 2 Kantor DPRD DKI Jakarta dan mengambli draft Raperda. Ariesman merasa keberatan dengan adanya Pasal 116 ayat (6) dalam draft Raperda yang mengatur tambahan kontribusi 15 persen yang akan dibebankan kepada pengembang reklamasi. (Baca Juga: Akui Bertemu Aguan, Ketua DPRD DKI: Saya Kan Bekas Karyawan Beliau)
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait