Kemiskinan Bukan Alasan Mengeksploitasi Anak
Berita

Kemiskinan Bukan Alasan Mengeksploitasi Anak

Segudang aturan yang dimiliki untuk memberikan perlindungan kepada anak, tak berbanding lurus dengan fakta di lapangan. Semua kembali ke pilihan orang tua masing-masing.

M-7
Bacaan 2 Menit

 

Kalaupun ada tindakan sweeping yang dilakukan terhadap anak jalanan dan pengemis, lanjut Yesmil, malah lebih kental nuansa pelanggaran hak asasinya ketimbang penertiban. “Itu adalah pelanggaran HAM ketika pengangkutan itu tidak jelas untuk apa. Selama ini yang dilakukan pemerintah hanya sekedar membersihkan jalan dengan sapu dan sampahnya ditaruh di pojokan, lalu diterbangkan angin,” seloroh Yesmil.

 

Magdalena punya pandangan sendiri soal kesan tak efektifnya penegakkan hukum terhadap perlindungan anak. Menurut dia, secara kultural, masyarakat tidak melihat adanya eksploitasi ketika ada anak yang bekerja. Bahkan sebagai pengemis sekalipun.

 

Sebaliknya, masyarakat cenderung membanggakan anaknya yang sudah bisa membantu mencari uang. Demikian pula sang anak. Ada rasa puas tersendiri ketika ia berhasil memberikan hasil jerih payahnya bekerja kepada orang tua. “Ini adalah sesuatu yang sangat berbenturan. Pemberantasan anak-anak jalanan menjadi sulit, karena mereka semakin senang membantu orang tuanya.”

 

Lain Sri, lain pula Mariani. Meski telah ditinggal suami enam tahun lalu, perempuan berusia 36 tahun itu tak rela menyuruh anaknya yang masih kecil untuk bekerja. Meski dihimpit permasalahan ekonomi, Mariani lebih memilih membanting tulang bekerja serabutan daripada membiarkan anaknya mengemis. “Kasihan anak. Kalau ngemis nanti dipukuli. Jangan sampai dia cari uang, biar belajar dulu,” ujar Mariani sambil berharap bisa menyekolahkan anaknya ke jenjang yang tinggi. Akhirnya, di antara lemahnya penegakkan hukum perlindungan anak dan kultur yang ada di masyarakat, semua tergantung pilihan sikap orang tua masing-masing.

 

 

Tags:

Berita Terkait