Wacana penundaan pemilu yang disuarakan beberapa elit politik menuai kritik banyak pihak, salah satu organisasi masyarakat sipil. Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, mengatakan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 telah disepakati untuk digelar 14 Februari 2024.
Perempuan yang disapa Ninis itu mengatakan penetapan tanggal pemilu membutuhkan proses pembahasan yang panjang antara KPU, pemerintah, dan DPR. Bahkan, prosesnya memakan waktu sampai 1 tahun. Mengingat tanggal penyelenggaraan pemilu serentak 2024 sudah ditetapkan, Ninis menilai wacana menunda pemilu seharusnya tidak relevan.
Apalagi elit politik yang melemparkan wacana tersebut fraksinya ikut dalam penetapan tanggal penyelenggaraan Pemilu 2024 yang telah disepakati 14 Februari 2024 itu. Alasan menunda pemilu yang diwacanakan juga spekulatif, misalnya perekonomian yang perlu diperbaiki dan lainnya.
“Padahal tidak ada jaminan perekonomian akan membaik jika pemilu ditunda,” kata Ninis dalam Headline Talks Hukumonline bertema “Pemilu 2024, Perlukah Ditunda?”, Rabu (16/3/2022).
Baca:
- Konsekuensi Hukum Penundaan Pemilu 2024
- Penundaan Pemilu Dinilai Bentuk Pelanggaran Konstitusi Serius
Ninis menjelaskan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur ada 2 jenis penundaan pemilu. Pertama, pemilu lanjutan, digelar dalam hal sebagian atau seluruh wilayah NKRI terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan. Pemilu lanjutan dilaksanakan dari tahap penyelenggaraan pemilu yang terhenti.
Misalnya pada tahap kampanye di daerah terjadi force majeure, seperti bencana alam, maka tahapan pemilu harus terhenti. Ketika situasi sudah kondusif pelaksanaan pemilu dilanjutkan sesuai tahapan berikutnya.