4 Implikasi UU PPSK Menurut Perspektif OJK
Terbaru

4 Implikasi UU PPSK Menurut Perspektif OJK

Antara lain mengenai kebijakan spinoff dan konsolidasi, persiapan implementasi untuk program penjaminan polis, penguatan pengawasan perilaku pasar atau market conduct, serta perluasan sektor.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

Kedua, persiapan implementasi untuk program penjaminan polis. Ada sejumlah persyaratan yang ditetapkan pada saat perusahaan asuransi itu masuk menjadi peserta program penjaminan polis, maka harus memenuhi tingkat kesehatan tertentu. Untuk itu, kini OJK terus berupaya berkoordinasi dengan Asosiasi Perusahaan Asuransi mewujudkan upaya-upaya penyehatan perusahaan asuransi yang ada di Indonesia.

Ketiga, hal lainnya yang turut diamanatkan UU PPSK adalah penguatan pengawasan perilaku pasar atau market conduct. Hal tersebut salah satunya dalam rangka menjawab banyaknya pengaduan atau permasalahan terkait hal ini, selain memastikan pelaku usaha sektor keuangan di Indonesia mematuhi ketentuan tentang perlindungan konsumen yang telah ditetapkan. Tidak lagi diperkenankan pelaku usaha sektor keuangan untuk misleading ketika membuat perjanjian dengan konsumen masyarakat dengan sanksinya ditetapkan UU PPSK.

“Kemudian (yang keempat) UU PPSK juga mengamanatkan perluasan sektor. Antara lain penambahan amanat baru di OJK. Diantaranya koperasi di sektor jasa keuangan, aset keuangan digital, aset kripto, itu juga akhirnya secara kelembagaan di OJK. Hal-hal seperti itu yang merupakan salah satu reformasi atau hal baru,” ujar Greta di Hotel Shangri-La Jakarta pagi itu.

Dalam kesempatan yang sama, Partner Dentons HPRP Erwin Kurnia Winenda menyampaikan implikasi UU PPSK dari kacamatanya sebagai seorang praktisi. “Kami dari sisi praktisi melihat UU PPSK ini selain memperkuat OJK maupun otoritas di bidang keuangan lainnya, juga memberikan suatu opportunity bagi pelaku usaha,” ungkap Erwin.

Salah satu yang disoroti mengenai BPR (Bank Perkreditan Rakyat) yang seolah ‘naik kelas’ setelah terbitnya UU PPSK. “Artinya, ruang lingkup BPR tidak hanya menerima maupun menyalurkan pinjaman kepada masyarakat. Sekarang juga BPR sudah memiliki beberapa tambahan ruang lingkup, diantaranya melakukan kegiatan transfer. BPR sebagai mitra UMKM tentu akan lebih agile ketika BPR dapat melakukan suatu transfer yang dibutuhkan UMKM misalkan,” sambungnya.

BPR dipandang sudah dapat berpartisipasi mengantisipasi adanya kesulitan dalam liquidasi kegiatan sehari-hari. Dengan dapat diikutsertakan dalam penempatan dana pada bank lain maupun meminjam bank lain, BPR juga bisa melakukan kegiatan dalam penukaran valuta asing, hingga melakukan penyertaan (modal) kepada perusahaan lain yang merupakan pendukung dari BPR tersebut. Membuat BPR dapat berkembang untuk lebih melakukan ekspansi dari usahanya.

“Semua ruang lingkup ini tentu butuh pendanaan yang tidak sedikit. Perlu dipikirkan pendanaan dapat berasal dari pemegang saham atau investor lain atau kita lihat dari UU PPSK membolehkan BPR melakukan IPO. UU PPSK ini juga meminta untuk OJK mengeluarkan peraturan pelaksanaan dari IPO BPR ini. Mudah-mudahan POJK ini bisa segera keluar. Selain BPR, kita melihat UU PPSK ini memiliki atau coba menerbitkan peraturan di bidang lembaga trust,” tutur advokat senior itu.

Tags:

Berita Terkait