5 Prinsip Dasar yang Harus Ada dalam Revisi UU Minerba
Berita

5 Prinsip Dasar yang Harus Ada dalam Revisi UU Minerba

Agar pengelolaan minerba dapat dilakukan secara optimal dan berkeadilan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi pertambangan. Foto: RES

Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan bahwa draf Revisi Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara (Minerba) yang akan segera diproses oleh Panitia Kerja (Panja) Revisi UU Minerba DPR RI hendaknya memenuhi lima prinsip dasar. Lima prinsip dasar itu adalah pertumbuhan ekonomi, ketahanan energi, tidak terjadinya kelangkaan sumberdaya, pencegahan degradasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

 

Seperti dikutip dari keterangan pers Kementerian ESDM, Kamis (13/2) lalu, Arifin mengatakan agar pengelolaan minerba dapat dilakukan secara optimal dan berkeadilan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, maka lima prinsip dasar tersebut perlu diperhatikan.

 

“Beberapa prinsip yang perlu menjadi dasar dalam Revisi Undang-Undang Minerba, yaitu pertumbuhan ekonomi (economic growth), ketahanan energi (energy security), tidak terjadinya kelangkaan sumberdaya (resources scarcity), pencegahan degradasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development),” ujar Arifin.

 

Arifin mengatakan pihaknya dan Panja akan membahas 13 isu utama, yaitu:

1. Penyelesaian permasalahan antar sektor

2. Penguatan konsep wilayah pertambangan

3. Memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah

4. Mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit batubara

5. Pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan

6. Luas wilayah perizinan pertambangan

7. Jangka waktu IUP/IUPK

8. Mengakomodir putusan MK dan UU Nomor 23 Tahun 2014

9. Penguatan peran pemerintah dalam Binwas kepada Pemda

10. Penguatan peran BUMN

11. Kelanjutan operasi KK/PKP2B menjadi IUPK

12. Izin usaha pertambangan rakyat

13. Tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional

 

Revisi UU Minerba telah melewati proses yang panjang sejak 11 April 2018 melalui surat Ketua DPR RI kepada Presiden mengenai penyampaian Draf Revisi UU Minerba. Hingga 27 Januari 2020 Raker Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM, meminta nama-nama yang menjadi Wakil Pemerintah dalam Pembahasan dengan Panja DPR RI yang disahkan keanggotaannya.

 

(Baca: Sejumlah Catatan Jatam Soal Draf Revisi UU Minerba)

 

Sementara, mengenai keanggotan Panja Revisi UU Minerba ini, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, Panja Revisi UU Minerba yang terdiri dari unsur DPR dan Pemerintah sudah sah ditetapkan hari ini.

 

"Panja yang Revisi UU Minerba yang sudah ditetapkan terdiri dari unsur DPR sebanyak 20 anggota, dan 60 dari unsur Pemerintah yang terdiri dari Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum Dan HAM," jelas Sugeng.

 

"Hari senin mendatang anggota Panja akan membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang sudah dikumpulkan oleh DPR dan Pemerintah. Kita akan bekerja secara simultan dengan pembahasan omnibus law agar terjadi sinergi, tidak ada pasal-pasal di UU Minerba yang bertentangan dengan Omnibus Law," lanjut Sugeng. 

 

Sementara, anggota Ombudsman RI La Ode Ida mengatakan DPR RI harus mengkaji lagi draf RUU Minerba, khususnya terkait dengan sentralisasi perizinan tambang mineral dan batubara.

 

"Karena jika sentralisasi perizinan tambang mineral dan batubara itu diwujudkan maka bertentangan dengan sejumlah prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berwawasan lingkungan," ujar La Ode berdasarkan keterangan yang diterima Antara, Jumat (14/2).

 

Ia menambahkan, sentralisasi perizinan tambang mineral dan batubara bertentangan pula dengan hak-hak sosial ekonomi masyarakat lokal sekaligus bertentangan dengan prinsip desentralisasi sebagai bagian dari agenda reformasi di negara ini.

 

La Ode menduga usulan dalam draf Revisi UU Minerba itu merupakan kolaborasi kepentingan dua pihak untuk mengeksploitasi dan menghancurkan SDA di Nusantara. "Kedua pihak itu adalah aktor-aktor tertentu yang berkuasa di jajaran Pemerintah Pusat dan para pebisnis besar termasuk pemodal asing seperti yang sudah menjadi kecenderungan dalam beberapa tahun terakhir ini," kata dia.

 

La Ode menilai apabila sentralisasi perizinan tambang minerba dilakukan, para pemodal tak perlu repot berurusan dalam berinvestasi mengeruk SDA untuk memperkaya diri, tapi cukup berurusan dan memperoleh selembar kertas dari pejabat terkait di DKI Jakarta.

 

Maka, menurut dia, faktor kelestarian lingkungan berpotensi terabaikan, hak-hak masyarakat lokal dan kewenangan pemerintah daerah (Pemda), seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda pun niscaya tidak berguna lagi.

 

"Padahal seharusnya suatu kebijakan mempertimbangkan masa depan generasi mendatang, di mana kandungan SDA sejatinya menjadi modal atau sumber kehidupan mereka nantinya," kata La Ode.

 

Ia meminta para anggota DPR RI dan juga anggota DPD RI harus menolak substansi RUU Minerba yang akan meniadakan hak-hak rakyat yang memilih mereka di daerah. "Jangan hanya karena alasan investasi, sehingga banyak pihak yang terancam kehilangan hak, menghilangkan modal generasi mendatang, dan berbagai dampak negatif lainnya," ujar La Ode.

 

Sebuah produk hukum ketika ingin dibahas, kata La Ode, haruslah berdasarkan pertimbangan yang lebih komprehensif dan tidak dipaksakan berdasarkan kepentingan kelompok penguasa tertentu. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait