6 Fakta Survei Prakarsa Tentang Pengemudi Ojek Daring
Berita

6 Fakta Survei Prakarsa Tentang Pengemudi Ojek Daring

​​​​​​​Terdapat kesenjangan relasi yang cukup tinggi antara pemilik penyedia aplikasi dengan pengemudi ojek daring.

M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Kedua, pendapatan tidak sebaik yang diberitakan. Apabila ditelusuri lebih dalam, perbaikan kesejahteraan pengemudi ojek memang mengalami peningkatan setelah menjadi mitra aplikasi, namun tidak sebagus yang diberitakan. Peningkatan pendapatan ojek daring apabila dikonversi ke pendapatan bersih ternyata tidak signifikan jika dibanding dengan pengorbanan jam kerja lantaran biaya operasional ojek dari juga tinggi.

 

Biaya operasional harus ditanggung sendiri oleh pengemudi. Rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan dalam sebulan sebesar Rp856.000. Bukan hanya itu, pengemudi juga harus memiliki sepeda motor sendiri sehingga hitungan di atas bisa bertambah dengan biaya cician sepeda motor tiap bulannya.

 

Sebagian besar pendapatan kotor pengemudi berada di angka Rp2 juta hingga Rp4 juta perbulan. Jika melihat pendapatan bersihnya, maka sebagian besar turun kurang lebih sebesar 50%. Bahkan pengemudi ojek daring yang memperoleh pendapatan bersih di bawah Rp1 juta masih cukup signifikan yakni sebesar 19%.

 

Berkaitan dengan hal ini, Rusli dari Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPDT FSPMI) menuturkan, tidak jarang dalam sehari pengemudi ojek daring minim memperoleh uang tunai karena harus mengisi Go-Pay dengan uang sendiri sementara pencairan dari Go-Pay mesti menunggu di akhir bulan. “Kalau di-suspend uang itu hangus dan tidak kembali ke pengemudi,” ujar Rusli yang juga pengemudi ojek daring.

 

Patut menjadi perhatian bahwasanya pendapatan pengemudi ojek daring tengah dalam tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir karena semakin ketatnya persaingan antara pengemudi ojek daring itu sendiri. Peningkatan jumlah pengemudi ojek daring baru tidak sebanding dengan peningkatan permintaan konsumen. “Makanya pengaturan tentang kuota itu penting,” tegas Pengamat Transportasi, Darmaningtyas pada kesempatan yang sama.

 

Baca:

 

Ketiga, lemahnya perlindungan kerja. Mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda motor tidak termasuk dalam kategori transportasi umum. Menurut Darmaningtyas, ojek daring merupakan anomali dalam sistem transportasi. Mereka muncul karena buruknya layanan angkutan umum yang selamat, nyaman, dan terjangkau. “Baik opang (ojek pangkalan) maupun ojol (ojek online) merupakan anomali,” terangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait