8 Analisa Faktual Komnas HAM dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan
Terbaru

8 Analisa Faktual Komnas HAM dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan

Berdasarkan temuan Komnas HAM total gas air mata yang ditembakkan aparat ke dalam stadion Kanjuruhan sebanyak 45 kali.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Gas air mata bisa juga tidak menimbulkan kematian secara langsung. Hal itu terjadi karena gas air mata yang ditembak ke tribun membuat panik penonton, dan membuat mereka berdesakan untuk keluar stadion dari berbagai pintu dengan kondisi mata pedih, kulit terasa panas dan dada sesak.

Ketiga, ada kekerasan di dalam dan luar stadion. Komnas HAM menemukan ada tindakan kekerasan di lapangan maupun di luar stadion. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI dalam upaya membubarkan massa suporter yang ada di lapangan. Sementara di luar lapangan dilakukan ketika evakuasi pemain dan ofisial Persebaya yang berada dalam kendaraan barracuda dan truk brimob yang melaju ke arah keluar area stadion.

Keempat, menurut Anam ada pelanggaran terhadap regulasi FIFA dan PSSI oleh PSSI. Misalnya, tidak menetapkan pertandingan Arema vs Persebaya sebagai pertandingan berisiko tinggi (high risk). Tidak ada indikator terkait pertandingan berisiko tinggi (high risk). Petugas keselamatan dan keamanan yang faktualnya tidak terstandardisasi. Match commissioner tidak memenuhi standar AFC dan tidak memahami regulasi keselamatan dan keamanan PSSI. Tidak adanya dokumen wajib yang dipersiapkan oleh petugas keselamatan dan keamanan.

Kelima, perjanjian kerjasama antara PSSI dan Polri tidak sesuai regulasi FIFA dan PSSI. Melalui perjanjian itu PSSI meletakkan tanggung jawab keamanan kepada kepolisian, bukan security officer. Padahal dalam aturan FIFA dan PSSI, security officer adalah pihak yang bertanggungjawab atas keselamatan dan keamanan pada pertandingan resmi PSSI. Tapi dengan keterlibatan Samapta dan Brimob hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 19 aturan FIFA tentang Stadium Safety and Security Regulations dan pasal 19 Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI.

“Termasuk adanya pelanggaran terkait penggunaan “senjata pengendali massa” berupa gas air mata,” urai Anam.

Keenam, pengamanan melibatkan Samapta dan Brimob dalam pengamanan pertandingan didasarkan pada perjanjian kerjasama antara PSSI dan Polri. Dalam peristiwa Kanjuruhan Anam menyebut ada fakta masuk dan digunakannya gas air mata oleh Brimob dan Samapta merupakan bagian dari rencana pengamanan yang merupakan cermin adanya perjanjian antara PSSI dan Polri.

Fakta itu menunjukan pelanggaran terhadap pasal 19b Statuta FIFA yang melarang penggunaan gas air mata. Serta pasal 19 ayat (1) huruf b regulasi Keamanan dan Keselamatan PSSI yang tidak membolehkan membawa atau menggunakan senjata api atau senjata pengurai massa, termasuk menggunakan simbol-simbol seperti tameng, helm, tongkat, dan sebagainya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait