ACFTA Ancam PHK Besar-besaran
Berita

ACFTA Ancam PHK Besar-besaran

Terkadang negara yang ikut ACFTA tidak menerapkan prinsip kepatuhan, sehingga tidak jarang produk ekspor mereka mengganggu bahkan merusak di negara importir.

Yoz
Bacaan 2 Menit


Dengan adanya tambahan jenis tarif tersebut, rata-rata tarif yang berlaku di antara enam negara itu yang sebelumnya turun menjadi 0,79 persen pada 2009 menjadi 0,05 persen pada 2010. Tahun 2008 lalu, nilai impor produk di ASEAN untuk 7.881 jenis tarif tersebut bernilai sekitar AS$22,66 miliar atau 11,8 persen dari total nilai impor keenam negara anggota ASEAN tersebut.


Bukan hanya Apindo yang panik. Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Anwar Suprijadi juga merasakan hal yang sama. Menurutnya, Indonesia harus bersiap menerima kenyataan pahit, yakni terhambatnya pertumbuhan ekonomi akibat terlibat dalam ACFTA.

 

Anwar mengatakan, konsumsi domestik memang bagus karena didukung penduduk Indonesia yang mengonsumsi produk-produk yang masih didominasi produk lokal sehingga uang mengalir sepenuhnya ke dalam negeri. Namun, katanya, meski konsumsi negara ini bagus tetapi produk yang ada di pasar mulai dipenuhi produk luar, dalam hal ini produk asal China. “Hal ini berarti uang akan terpecah kepada pihak asing. Industri lokal pun mau tak mau akan tergerus dampaknya,” ujarnya.


Anwar juga mengingatkan terkadang negara-negara yang ikut ACFTA tidak menerapkan prinsip kepatuhan, sehingga tidak jarang, produk ekspor mereka mengganggu bahkan merusak di negara importir, seperti merusak lingkungan dengan mendatangkan limbah. “Yang mereka utamakan hanya tidak adanya tarif dalam pengiriman produk-produknya,” tambahnya.


Atas dasar itu, Anwar meminta pemerintah menetapkan berbagai kebijakan. Kebijakan itu antara lain aturan non tariff barier, penggunaan bahasa Indonesia untuk produk luar, SNI, dan benar-benar memperhatikan kualitas produk luar yang masuk ke Indonesia.


Selain itu, para eksportir diharapkan bisa menjadi authorized economy operator. Hal ini untuk menciptakan kepercayaan antar negara. Begitu juga dengan Indonesia, tidak hanya menjadi serambi bagi negara pengekspor karena akan menyebabkan produk-produk menumpuk di negara ini. “Jika itu terjadi maka industri di negara ini akan berantakan,” imbuhnya.

 

Buka Peluang

Djimanto dan Anwar Suprijadi boleh saja mengkhawatirkan dampak dari pemberlakuan ACFTA. Namun, Ketua Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan malah menyarankan, Indonesia tidak bersikap cengeng dalam menghadapi perdagangan bebas. Sebaliknya, ia menganggap ACFTA merupakan sebuah peluang yang menguntungkan bagi Indonesia.

Tags:

Berita Terkait